Seperti halnya benda-benda arkais yang perlahan menuju kepunahan, budaya juga mengalami proses kepunahan, hal itu dapat terlihat pada sebagian besar masyarakat milenial saat ini, yang sepertinya hampir-hampir tidak lagi mengenal budaya lokalnya sendiri.
Mungkin karena generasi milenial sekarang ini menganggap "Budaya itu hanyalah bagian kehidupan di masa lampau, yang telah terlewati masanya".
Padahal budaya adalah bagian dari kebesaran bangsa itu sendiri, sebagai cerminan dari bangsa yang besar. Mencintai, menghargai dan merawat serta mempertahankan budaya adalah upaya melestarikan kearifan lokal masyarakatnya dan yang wajib diwariskan kepada generasi berikutnya.
Dekadensi budaya di kalangan milenial juga dialami oleh kami masyarakat suku Tolaki di Sulawesi Tenggara.
Salah satu warisan budaya sastra tutur suku Tolaki yang sangat jarang ditemui lagi saat ini di tengah-tengah interaksi sosial dijaman milenial, apalagi di masyarakat pada wilayah perkotaan, yaitu sastra lisan "Moanggo".
Moanggo adalah salah satu sastra tutur suku Tolaki dan Mekongga. Moanggo berasal dari kata mo yang artinya melantunkan/menyanyikan dan anggo merupakan lagu yang berisi syair tradisional masyarakat suku Tolaki yang berupa puji-pujian, sanjungan, pesan moral, sindiran dan juga bahasa percintaan atau asmara.
Moanggo mengandung unsur adat dan budaya yang melekat pada jati diri masyarakat suku Tolaki sehingga lebih banyak ditemukan dalam upacara-upacara atau pesta-pesta adat, biasanya pada bentuk anggo yang berisi pesan moral dan semangat kepahlawanan, fungsinya untuk menghibur keramaian adat atau pesta adat perkawinan, juga sekaligus untuk menyampaikan pesan-pesan terkait kondisi pelaksanaan upacara adat, puji-pujian atau juga silsilah keturunan dari yang mempunyai hajat.
Moanggo ini boleh dikata sebagai hiburan rakyat, dan ini biasanya disampaikan dengan cara saling berbalas-balasan antara pande anggo (orang yang paham Moanggo), tetapi tidak jarang juga disampaikan dalam bentuk monolog oleh seorang "pande anggo".
Moanggo yang dilagukan pada acara ini biasanya:
- Anggo ndulu-tula, yang artinya anggo silsilah. Karena isinya menceritakan silsilah keluarga raja-raja atau pahlawan kerajaan.
- Anggo mombeperiri, yang artinya anggo keharuan. Anggo yang ini, dilagukan dalam suatu pertemuan dengan seseorang yang lama dirindukan, apakah itu pertemuan dengan keluarga yang telah lama pergi dan baru kembali, atau unsur pimpinan dan pembesar negeri yang berkunjung di daerah, dimana itu akan terbaca dalam lantunan syairnya.