Lihat ke Halaman Asli

Meti Irmayanti

senang membaca, baru belajar menulis

Pasrah

Diperbarui: 18 Agustus 2020   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Desau nafas tercekat menatap lembaran putih yang masih terus kosong

Sang pujangga kelu, menggenggam pena yang tak jua bisa menari mengukir Kalam

Kala khayalnya terbang ingin berkelana, namun selalu terpental kembali ke tempatnya bermula

Tersedu-sedu sang pujangga menangisi dirinya yang malang, kehilangan inspirasi

Mengapa begitu sulit mencari diksi yang ramah untuk menyapa risau hati

Mungkinkah karena dirinya merasa kecil, seperti sepoi yang menantang badai

Ketika pun tangan telah menggores pena, yang hadir hanya goresan tak berbentuk

Rindunya yang dulu menjadi candu kini telah menjelma menjadi racun

Ia merasa kerdil, bagai sebatang pohon yang memaksa hidup di tengah bebatuan

Gelap yang berselimut kelam menjadikannya harus menyerah pada ketakutannya

Ia pasrah berdiam memeluk rasa rindunya, sebagai pecundang yang patah

Kertas putih yang kini telah kusam itu perlahan diremasnya dan terbuang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline