Lihat ke Halaman Asli

Awan

Seorang Pecinta Malam dan Kesunyian

Misteri dan Tradisi

Diperbarui: 25 Oktober 2019   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Indonesia dan misteri seperti dua mata sisi mata uang. Terkadang saling menguntungkan, terkadang seperti benalu yang susah ketika ingin dipisahkan. Di Indonesia, misteri seperti sebuah tradisi yang akan selalu menjadi 'rumah pulang' untuk para penikmatnya, suka maupun tidak. Jalan yang harus dilalui oleh 'misteri' pun sangat beragam, berawal dari perfilman, lalu merambah ke televisi, sekarang diangkat kembali ke layar besar dengan syarat harus membeli tiket sebelum akhirnya menyaksikan cerita yang disuguhkan. Dan percayalah, misteri akan selalu memiliki tempat di hati para penikmatnya (baca: orang Indonesia).

Pro dan kontra pun tak bisa dielakkan lagi pastinya. Para penggemar acara misteri akan selalu berada di barisan terdepan untuk mendukung hobi mereka. Mereka tak segan-segan untuk menjadi penyambung lidah dan tim 'cyber bully' kapan pun dan di mana pun. Sedangkan para pembenci acara misteri, apa pun sebutannya, akan tetap menentang bahwa itu semua adalah pembodohan. Tidak ada hal positif yang dapat dinilai di sana, kecuali 'jumpscare' dan keluar bioskop dengan keadaan 'setengah gendang telinga terluka' karena backsound yang sangat kuat di pertengahan cerita. Menyedihkan.

Namun, Indonesia adalah negara berkembang. Entah hingga kapan label ini akan terus melekat, namun sineas muda (pun dengan tua), berlomba-lomba untuk menyuguhkan film atau tontonan misteri yang memiliki kualitas yang lebih baik. Melalui tema yang diambil dari kehidupan pribadi pun (baca: benar, misteri selalu dekat dengan kehidupan sehari-hari), perfilman Indonesia kali ini mengusung kembali cerita-cerita lama dengan 'sentuhan' yang (katanya) lumayan berbeda.

Dengan sentuhan efek-efek yang lebih masa kini, perfilman misteri Indonesia pun kembali menunjukkan taringnya.

Bukan hanya itu, masyarakat Indonesia pun sekarang harus berbangga hati, bahwa fenomena anak indigo pun mulai masuk ke ranah yang (menurut saya) tidak semestinya. Mereka dimasukkan dalam perlabelan film setelah mereka berhasil menghasilkan karya seperti buku atau akun YouTube yang selalu trending setiap minggunya. Apakah sebuah jaminan? Mungkin! Namun, terkadang hal tersebut tidak menjamin bahwa film yang disajikan adalah sesuatu hal yang baru. Bahkan, kalimat "Lebih enak baca bukunya daripada nonton filmnya" selalu terngiang ketika ada rekomendasi film yang diangkat dari buku, which is hal tersebut memiliki nilai positifnya sendiri. Benar, masyarakat Indonesia sekarang sudah memiliki keinginan untuk membaca.

Indonesia sedang berkembang, bukan hanya dari segi ekonomi dan kepemerintahan (dan mungkin juga pertahanan), namun juga dari industri kreatif, seperti perfilman. Mungkin sudah tidak terhitung lagi karya anak negeri yang berhasil diapresiasi oleh warga negeri seberang hingga dunia. Jelas hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sedang berada di titik yang sangat baik sekali.

Mungkin, akan banyak sekali cerita-cerita misteri yang diproduksi di kemudian hari. Namun, percayalah, Indonesia sedang berada di titik istimewa. Indonesia sedang berada di mana semua hal mampu dijadikan karya, meski tak jarang dengan perspektif yang berbeda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline