Lihat ke Halaman Asli

Kakek Teredukasi Cucu

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14231241641012969944

[caption id="attachment_349514" align="aligncenter" width="582" caption="I do love teaching and learning as well_livelaughlove2learndotcom"][/caption]

Seri Menyentuh Rasa Bukan Semata Nalar
JANGAN PERNAH MEMELIHARA MENTAL ABAI TERHADAP SEKITAR


Orang bijak yang kepalanya pitak ‘ala mbah Mupeang, tidaklah keliru menasehatkan bahwa ilmu tersedia di alam raya yang maha luas ini untuk dipelajari. Hanya saja banyak orang yang memilih bertekad nyantrik, madepok, nyantri dan meguru lantaran mengarus pada dogmatisme bahwa formalitas bukan semata menawarkan secarik kertas yang disebut ijazah atau sertifikat atau apa pun semacam itu, tetapi demi lebih terstruktur dan sistematisnya orang tersebut menuntut ilmu. Plus adanya penerimaan khalayak yang berkaitan.

Terserahlah, yang jelas jangan memegang ilmu sebatas teoretisnya, bagaimana menggunakannya kelak bakal lebih menegaskan ciri orang tersebut condong berselera golongan putih atau sebaliknya.

Maka butuh perjalanan panjang sebuah kawruh sapolo istilahnya dalam bahasa Jawa yang berarti pengetahuan sepele untuk diterima sebagai ilmu bertara akademis. Boleh sama kita bayangkan, betapa terjalnya para penemu dahulu berjuang sampai bisa jadi melintas generasi sehingga para penerus cukup mengikuti hasil perjuangannya dan bisa dipelajari via aneka media. Yang dulunya terbatas hanya pada buku cetak.

Berikut ini, adalah paparan yang menawarkan ‘sesuatu’ yang entah berkadar kawruh atau apa silakan sidang pembaca nanti menamainya sendiri.


Pagi-pagi sekali seorang kakek yang sedang berkebun menyadari bahwa cucu kecilnya yang masih seumuran SD juga tak kalah asyik dengan kesibukannya. Didekati, cucunya sedang berusaha memasukkan seekor cacing kembali ke dalam lubangnya darimana keluarnya tadi di tanah. Geleng2 kepala mengetahui perjuangan keras cucunya untuk sia2, ditepuknya pundak sang cucu.

Kakek: "Tidak mungkin bisa, cucuku. Cacing itu licin, lembek lagi! Kalau bisa masuk, kakek kasih deh kamu hadiah Rp 50 ribu."

Cucu: "Bener lhoh ya kek? Rp 50 ribu. Tolong tunggui sebentar cacingnya yaaa, kek."

Si cucu lari bergegas masuk ke dalam rumah dan kala keluar tangannya memegang tabung hair spray milik ibunya. Kemudian mengambil cacing tadi dan nyemprotkan hair spray ke cacing itu hingga cacing menjadi keras.
Si cucu perlahan-lahan memasukkan cacing itu ke dalam lubang dan, BERHASIL!! Berserulah si cucu merayakan kemenangannya bertaruh dengan kakeknya.

Cucu: "Hore, kakek, aku bisa!"

Sang kakek tak merasa malu atas kemenangan cucunya, bahkan ter-kagum2 oleh pintarnya akal cucunya. Langsung dikasihkannya uang Rp 50 ribu dan mengambil alih hair spray seraya berkata kepada cucunya.

Kakek: “Bergembiralah cu dengan hadiah kemenanganmu. Jangan beli permen lhoh, rusak ntar gigimu. Nih hair spray biar kakek yang bawa nanti dikembalikan ke ibumu.”

Cucu pergi ke warung, sedang si kakek bersegera masuk rumah, sambil berteriak kegirangan memanggil nenek.

Kakek: "Nek, neneeeeek!! Ayo cepat kita ke kamar sekarang. Aku sudah dapat solusinya!"

Ya sudah. Sekian saja dahulu upaya edukasi dengan kawruh sapolo ini. Selamat merenung dan siap2 menata aka mereformasi diri ANDA demiberinteraksi lebih bijak dengan keluarga dan sesama. Okey???

Jakarta, 5 Pebruari 2015.


ttd & cap stempel resmi

Departemen Kebahasaan Antar Anakbangsa

Sumber inspirasi: ... mas Indra Azwar, bplw2 – 05/02/2015 – thanks a lot for your very educating contribution.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline