"Mahasiswa itu penyambung lidah bagi masyarakat, tapi kalau dia tidak sikat gigi, apa yang tersampaikan malah bau nya bukan isinya." Ungkapan yang di sampaikan oleh guru SD saya, yang tidak berkesempatan untuk berkuliah.
Meskipun begitu, beliau adalah sosok yang intelektual, objektif, dan berintegritas. Dia percaya manusia dapat terbangun apabila mereka membiasakan diri dalam pemikiran yang berasas pada akal sehat dan kebenaran.
Kembali pada pernyataan yang sebelumnya, apa yang ingin beliau sampaikan adalah mahasiswa merupakan pilar demokrasi, mereka adalah orator dari masyarakat yang tidak mengenal retorika. Maka, apa yang disampaikan oleh mahasiswa harus berporos pada nilai idealis yang hidup di tengah masyarakat.
Terciptanya masyarakat yang konseptual tidak pernah lepas dari peran demokrasi yang ter-aplikasikan dalam rutinitas. Rakyat yang cerdas akan memenuhi idealisme demokrasi, sebaliknya demokrasi akan pincang kalau masyarakat tidak cerdas.
Rendahnya pengertian masyarakat atas wewenangnya, menciptakan sirkulasi kemasyarakatan yang stagnan. Padahal, kebijakan pemerintah lahir dari keinginan dan kebutuhan masyarakat yang tersampaikan. Rakyat dalam penyampaian opini politik kolektif cenderung memilih orang yang bisa mewakili ucapan yang tak bisa mereka ucap.
Bung Hatta pernah menyatakan bahwa mahsiswa lah yang menjadi akal dan hati masyarakat. Maka, sudah menjadi tanggung jawab dan wewenang Mahasiswa lah untuk berdemo (demokrasi).
Maka, penting bagi mahasiswa untuk lebih mengetahui bahwa akal adalah frasa yang abstrak mengenai intelektualitas manusia dan hati tidak punya peran dalam emosi manusia, hati adalah organ penyaring racun.
Namun, yang menjadi poin penting dari pernyataan ini adalah Mahasiswa sebagai media perwujudan intelektual dan emosi kolektif dari masyarakat. Maka, unsur yang hidup di lingkungan masyarakat adalah organ yang lain.
Sarana & Prasarana sebagai unsur kaki dan tangannya, Polisi dan TNI sebagai rusuk nya. Maka, harus bersepaham, dan menghindari perselisihan yang dapat mengakibatkan tubuh kehilangan keseimbangannya.
Apabila kita kembali ke pernyataan nafas yang bau menghilangkan makna orasi, kita akan menemukan bahwa hal ini mungkin benar. Baru - baru ini BEM Universitas Mulawarman dalam postingan Instagramnya menyebut Wakil President Ma'aruf Amin sebagai Patung Istana, hal ini mengundang banyak perdebatan dan kontra, walaupun ada juga yang pro,mayoritas menganggap bahwa frasa itu berlebihan dan tidak sesuai dengan norma etika.
Maka, hal ini telah menciderai nilai mahasiswa sebagai lidah masyarakat, lidah yang diharap akan membawa perubahan. penyampaian segala sesuatu dengan nafas yang segar malah akan menambah kepercayaan audiens mengenai makna yang disampaikan, hal ini lah yang di asosiasikan sebagai seni penyampaian.