Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Kebijakan Diskriminatif Imigrasi Pemerintah Trump Kedua yang Menjadi Sorotan Dunia

Diperbarui: 27 Januari 2025   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump. (GETTY IMAGES/SCOTT OLSON via AFP/KOMPAS.COM) 

Imigrasi merupakan isu global yang kerap menjadi bahan perdebatan di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat. Sebagai salah satu negara tujuan utama para migran, AS menghadapi tantangan besar dalam mengelola perbatasan dan menyeimbangkan kebutuhan keamanan dengan nilai-nilai kebebasan dan inklusi.

Selama pemerintahan Donald Trump sebelumnya, isu ini menjadi sorotan dunia karena kebijakan-kebijakan kontroversial yang diambilnya, seperti deklarasi keadaan darurat nasional di perbatasan selatan, program "Tetap di Meksiko," larangan imigrasi berbasis agama, dan wacana penghapusan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran.

Pada awal pemerintahan keduanya di tahun 2025, Trump kembali menegaskan komitmennya terhadap kebijakan imigrasi yang ketat dengan menetapkan langkah-langkah baru untuk mempercepat deportasi imigran ilegal dan memperluas larangan masuk bagi warga negara tertentu.

Kebijakan ini memunculkan pertanyaan penting: apakah langkah-langkah tersebut benar-benar diperlukan untuk keamanan nasional, atau justru menciptakan diskriminasi yang merugikan?

Latar Belakang

Donald Trump mulai menjabat sebagai Presiden AS pada 2017 dengan agenda politik yang berfokus pada penguatan keamanan nasional, salah satunya melalui kebijakan imigrasi yang tegas. Trump berargumen bahwa imigrasi ilegal membebani sistem ekonomi dan berpotensi menjadi ancaman keamanan.

Dengan dukungan kuat dari kelompok konservatif, ia menerapkan kebijakan-kebijakan yang dirancang untuk membatasi aliran migran ke AS, terutama melalui perbatasan selatan yang berbatasan dengan Meksiko.

Namun demikian, langkah-langkah tersebut menuai kritik tajam karena dianggap melanggar hak asasi manusia, menciptakan diskriminasi, dan bertentangan dengan nilai-nilai fundamental Konstitusi AS.

Kebijakan "Tetap di Meksiko"

Salah satu kebijakan yang paling kontroversial adalah program "Remain in Mexico" atau "Tetap di Meksiko." Kebijakan ini mengharuskan para pencari suaka menunggu proses hukum di Meksiko alih-alih di AS.

Pemerintah Trump mengklaim bahwa langkah ini bertujuan untuk mengurangi beban pengadilan imigrasi dan mengendalikan arus migrasi. Namun, kebijakan ini mendapat kritik keras dari berbagai organisasi hak asasi manusia.

Sumber gambar: American Friends Service Committee (https://afsc.org/news/)

Para pencari suaka yang dipaksa menunggu di Meksiko sering kali hidup dalam kondisi yang tidak layak, menghadapi risiko kekerasan, eksploitasi, dan minimnya akses terhadap kebutuhan dasar.

Langkah ini dinilai melanggar prinsip-prinsip perlindungan pengungsi internasional yang menuntut negara untuk memberikan perlindungan kepada mereka yang mencari suaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline