Di era digital yang semakin maju, ruang virtual telah menjadi tempat di mana ide-ide, opini, dan pandangan dapat menyebar dengan cepat. Namun, sisi gelap dari kemajuan ini adalah munculnya konten negatif, termasuk ujaran kebencian, yang dapat memicu konflik dan memperburuk hubungan sosial.
Untuk mengatasi masalah ini, Uni Eropa memperkenalkan regulasi baru melalui Digital Services Act (DSA).
Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk melindungi pengguna dari konten berbahaya, tetapi juga mendorong raksasa teknologi seperti Facebook, X (sebelumnya Twitter), dan YouTube untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam menjaga ruang digital yang sehat.
Apa Itu Digital Services Act (DSA)?
DSA adalah regulasi yang dirancang untuk mengatur platform digital besar, memastikan bahwa mereka bertanggung jawab atas konten yang beredar di platform mereka.
Regulasi ini berfokus pada pengelolaan konten ilegal dan berbahaya seperti ujaran kebencian, berita palsu, dan eksploitasi anak. Dalam aturan ini, perusahaan teknologi diwajibkan untuk:
- Memperkuat Moderasi Konten: Menggunakan teknologi deteksi otomatis untuk mencegah penyebaran konten negatif.
- Transparansi Algoritma: Menjelaskan bagaimana sistem rekomendasi mereka bekerja, khususnya terkait dengan konten yang melanggar aturan.
- Melibatkan Lembaga Ahli: Bekerjasama dengan lembaga non-profit atau publik yang memiliki keahlian khusus dalam menangani ujaran kebencian.
Langkah-langkah ini bukan sekadar aturan formal, melainkan upaya nyata untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi semua penggunanya.
Perubahan yang Dirasakan Pengguna
Salah satu dampak utama dari implementasi DSA adalah percepatan respons terhadap pelaporan konten berbahaya. Platform digital diwajibkan untuk menindaklanjuti setidaknya dua per tiga laporan dari lembaga terpercaya dalam waktu 24 jam.
Hal ini diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh konten tersebut sebelum menyebar lebih luas. Selain itu, perusahaan teknologi kini harus menyediakan data yang lebih rinci terkait klasifikasi ujaran kebencian.
Data ini mencakup kategori seperti ras, etnis, agama, gender, dan orientasi seksual. Transparansi ini memungkinkan masyarakat untuk memahami jenis-jenis konten yang menjadi fokus moderasi, sekaligus membantu regulator menilai efektivitas kebijakan platform.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan. Ada kekhawatiran bahwa algoritma yang terlalu ketat dapat menghapus konten legal yang dianggap kontroversial tetapi sebenarnya tidak melanggar aturan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara penegakan aturan dan perlindungan kebebasan berekspresi.