Kisah Bukalapak menjadi sebuah pelajaran penting bagi para investor tentang bagaimana memilih dengan bijak sebelum memasukkan dana ke sebuah perusahaan. Di awal peluncuran IPO pada 2021, Bukalapak sempat menyulut optimisme dengan menjanjikan prospek bisnis yang cerah.
Kapitalisasi pasarnya melonjak hingga Rp 109 triliun, dan banyak investor, baik retail maupun institusi, yang percaya bahwa saham Bukalapak akan membawa keuntungan besar.
Namun, kenyataan pahit datang lebih cepat dari yang diperkirakan: hanya dalam waktu kurang dari empat tahun, nilai perusahaan tersebut terjun bebas, dengan kapitalisasi pasar yang anjlok menjadi Rp 12,7 triliun pada Januari 2025.
Harapan yang Hancur: Janji Besar yang Tidak Terealisasi
Saat IPO, Bukalapak tampil sebagai bintang baru di dunia e-commerce Indonesia. Janji-janji besar dan klaim prospek cerah disampaikan untuk meyakinkan investor. Sayangnya, di balik janji tersebut, kinerja Bukalapak ternyata tidak sesuai harapan.
Sebelum IPO, perusahaan ini tercatat merugi secara signifikan, dengan kerugian mencapai Rp 1,34 triliun pada 2020 dan Rp 2,79 triliun pada 2019. Meskipun kinerja buruk ini, Bukalapak tetap dapat melantai di bursa saham berkat perubahan aturan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia untuk mendukung pertumbuhan startup.
Namun, klaim besar tersebut ternyata lebih mirip "mimpi" yang tidak dapat terwujud. Investor yang membeli saham Bukalapak dengan harapan besar, akhirnya harus menghadapi kenyataan pahit ketika harga saham merosot tajam dari Rp 850 pada saat IPO menjadi hanya Rp 119 per unit.
Keputusan Bisnis yang Membingungkan
Keputusan Bukalapak untuk beralih fokus dari e-commerce ke penjualan pulsa dan produk digital lainnya justru semakin memperburuk citra perusahaan. Pasar pulsa yang sudah sangat kompetitif, dengan berbagai aplikasi dari provider seluler dan mobile banking, membuat Bukalapak kesulitan untuk bersaing.
Pesaing besar seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada telah lebih dulu menguasai pasar e-commerce Indonesia, sementara Bukalapak semakin terpinggirkan. Bukalapak, yang dulunya dianggap sebagai unicorn dengan potensi besar, kini harus berjuang keras untuk bertahan di pasar yang semakin ketat.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah strategi baru Bukalapak akan berhasil, atau justru semakin memperburuk keadaan?
Perlunya Perlindungan untuk Investor
Kisah Bukalapak adalah pelajaran bagi kita semua, terutama bagi para investor, untuk lebih berhati-hati dalam memilih perusahaan untuk berinvestasi. Janji besar sering kali hanya menjadi daya tarik sementara yang bisa menutupi risiko yang ada.
Oleh karena itu, penting bagi investor untuk melakukan riset yang lebih mendalam, melihat kinerja perusahaan, dan mengevaluasi apakah strategi perusahaan tersebut dapat bertahan dalam jangka panjang.