Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Kabar Baik untuk Emak-Emak, Tupperware Bangkit Kembali dari Ancaman Kebangkrutan

Diperbarui: 6 November 2024   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal & Flyer Tupperware

Tupperware, dari Inovasi Dapur ke Ikon Keluarga

Tupperware pertama kali didirikan oleh ahli kimia Earl Tupper pada tahun 1946 di Massachusetts, Amerika Serikat. Produk wadah plastik kedap udaranya segera menjadi solusi populer untuk menjaga kesegaran makanan di masa-masa sulit pasca-Perang Dunia II dan Depresi Besar.

Dalam waktu singkat, Tupperware menjadi bagian penting di dapur banyak keluarga di seluruh dunia. Tupperware kemudian memperkenalkan pesta Tupperware, sebuah strategi pemasaran inovatif yang mendobrak batasan penjualan tradisional dengan model penjualan langsung.

Banyak ibu rumah tangga berperan sebagai tenaga penjualan, mendapatkan penghasilan tambahan melalui pesta-pesta Tupperware di lingkungan mereka. Melalui model ini, Tupperware bukan hanya menjual produk, tetapi juga membangun komunitas loyal yang erat.

Tantangan Besar di Tengah Persaingan Pasar

Namun, popularitas Tupperware mulai terkikis oleh persaingan dari produk-produk baru seperti Rubbermaid dan OXO. Seiring berjalannya waktu, konsumen juga mulai beralih ke wadah kaca yang dianggap lebih ramah lingkungan dan aman.

Selain itu, kebiasaan berbelanja masyarakat yang mulai meninggalkan penjualan langsung semakin mengurangi daya tarik pesta Tupperware.

Ketika pandemi COVID-19 melanda, penjualan Tupperware sempat melonjak karena lebih banyak orang memasak di rumah. Sayangnya, momentum ini hanya bertahan sementara, dan Tupperware terus bergulat dengan utang yang mencapai lebih dari USD 1,2 miliar pada tahun 2023. Pada September 2023, perusahaan akhirnya mengajukan kebangkrutan, memerlukan langkah besar untuk dapat bertahan.

Kesepakatan yang Menyelamatkan Tupperware

Di tengah tekanan finansial yang besar, Tupperware menemukan jalan keluar. Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat (AS) menyetujui sebuah kesepakatan yang memungkinkan perusahaan ini untuk kembali 'hidup.'

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Tupperware menjual nama merek dan aset utamanya kepada sekelompok pemberi pinjaman dengan nilai USD 23,5 juta tunai (sekitar Rp 369 miliar) serta USD 63 juta dalam bentuk pengurangan utang (sekitar Rp 991 miliar).

Pengacara Tupperware, Spencer Winters, yang berbicara di Pengadilan Kepailitan AS pada 1 November 2024, menyebut situasi ini sebagai "sangat membutuhkan resolusi global yang luas."

Kesepakatan ini dipandang sebagai "hasil yang luar biasa," karena memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan operasional, menjaga hubungan dengan pelanggan, dan melindungi pekerjaan ribuan karyawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline