Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Mengurai Benang Kusut Industri Tekstil Nasional, Upaya Penyelamatan Sritex dan Tantangan yang Dihadapi

Diperbarui: 6 November 2024   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Prospektus PT Sri Rejeki Isman Tbk

Indonesia saat ini menghadapi dilema ekonomi yang besar dengan adanya ancaman kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau yang lebih dikenal sebagai Sritex. Perusahaan yang merupakan salah satu pilar utama dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) ini tengah dihadapkan pada utang sebesar Rp24,8 triliun, yang mengancam keberlangsungan operasionalnya.

Situasi ini tidak hanya berdampak pada perusahaan itu sendiri tetapi juga memiliki efek berantai pada industri TPT nasional, terutama terhadap para pekerja dan ekonomi di sekitar wilayah operasional perusahaan.

Untuk menghadapi situasi ini, pemerintah telah menunjuk empat kementerian untuk bersinergi dalam penyelamatan Sritex. Namun, penyelamatan perusahaan besar seperti Sritex memunculkan pro dan kontra. Di satu sisi, ini bisa memperkuat ekonomi nasional, tetapi di sisi lain, intervensi pemerintah dalam dunia usaha juga bisa membawa risiko tersendiri.

Peran Strategis Empat Kementerian dalam Penyelamatan Sritex

Keempat kementerian yang terlibat, yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja, memiliki tugas dan tanggung jawab khusus dalam upaya penyelamatan Sritex:

  1. Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
    Sebagai pengampu sektor industri, Kemenperin memiliki peran krusial dalam mengatur regulasi yang berkaitan dengan industri TPT. Dalam kasus Sritex, kementerian ini dapat mempertimbangkan kebijakan yang memperkuat industri TPT secara nasional, seperti pemberian insentif bagi perusahaan tekstil lokal, penyederhanaan izin usaha, dan peningkatan akses terhadap bahan baku lokal untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
  2. Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
    Kementerian ini, terutama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berperan dalam menetapkan tarif bea masuk (BM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pajak ekspor (PE) yang berpotensi mendukung proteksi pasar lokal. Penerapan kebijakan fiskal yang tepat dari Kemenkeu dapat membantu industri TPT bersaing dengan produk-produk impor yang seringkali lebih murah, terutama yang berasal dari China. Di sisi lain, Kemenkeu juga perlu memastikan bahwa langkah-langkah fiskal tersebut tidak mengganggu kestabilan pendapatan negara.
  3. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
    Kementerian BUMN memiliki kapasitas untuk memberikan dukungan dalam bentuk kemitraan atau restrukturisasi keuangan jika diperlukan. Meskipun Sritex bukanlah perusahaan BUMN, adanya sinergi dengan BUMN yang terkait dalam bidang tekstil atau distribusi, misalnya, bisa membantu menjaga stabilitas perusahaan tersebut. Kementerian ini juga berperan dalam mengkoordinasikan BUMN yang bisa membantu sektor tekstil lebih luas.
  4. Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker)
    Dengan Sritex yang mempekerjakan sekitar 20.000 karyawan, peran Kemnaker sangat penting dalam menjaga hubungan industrial antara perusahaan dan pekerja. Kemnaker bertugas untuk mengawasi agar hak-hak karyawan tetap terlindungi selama proses restrukturisasi atau pemulihan Sritex, sehingga tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang merugikan banyak pihak. Kementerian ini juga bertanggung jawab dalam menjamin kesejahteraan dan keselamatan pekerja selama proses berlangsung.

Tantangan-Tantangan yang Dihadapi Industri TPT

Industri TPT Indonesia sudah lama mengalami tekanan, baik dari segi regulasi, persaingan global, maupun isu ketenagakerjaan. Beberapa tantangan utama yang perlu diatasi agar industri TPT dapat bangkit kembali antara lain:

  1. Persaingan dengan Produk Impor
    Banjir produk tekstil impor, terutama dari China, menjadi tantangan besar bagi industri TPT domestik. Produk impor ini seringkali lebih murah dan mudah diakses, terutama melalui platform e-commerce. Dalam situasi seperti ini, kebijakan proteksi melalui pengaturan bea masuk serta regulasi perdagangan yang tepat sangat diperlukan.
  2. Regulasi Bea Masuk dan Pajak
    Kebijakan fiskal seperti bea masuk dan pajak menjadi instrumen penting untuk menjaga daya saing produk lokal. Dengan regulasi yang adaptif, pemerintah dapat memberikan ruang bagi industri TPT domestik untuk berkembang, namun tetap menjaga stabilitas pendapatan negara.
  3. Digitalisasi dan Gempuran Produk Asing di E-commerce
    Platform e-commerce yang semakin marak memudahkan produk asing masuk ke pasar Indonesia, yang sering kali merusak rantai pasok lokal. Digitalisasi adalah tantangan sekaligus peluang bagi industri TPT untuk dapat memperluas akses pasar, terutama di era perdagangan bebas yang serba digital.
  4. Ketergantungan pada Bahan Baku Impor
    Sebagian besar bahan baku yang dibutuhkan oleh industri tekstil masih harus diimpor, sehingga ketahanan industri ini rentan terhadap fluktuasi harga global. Mendorong penggunaan bahan baku lokal, meski dalam jangka panjang, dapat membantu memperkuat ketahanan rantai pasok industri tekstil dalam negeri.
  5. Dukungan terhadap UMKM Tekstil
    UMKM tekstil sering kali mengalami kesulitan dalam bersaing dengan perusahaan besar dan produk impor. Dukungan terhadap UMKM dalam bentuk akses permodalan, teknologi, dan pasar sangat dibutuhkan agar mereka dapat tumbuh dan menyokong industri TPT secara keseluruhan.

Potensi Manfaat Penyelamatan Sritex bagi Perekonomian Nasional

Dampak positif dari penyelamatan Sritex dapat dirasakan oleh berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung:

  1. Menjaga Stabilitas Tenaga Kerja
    Dengan mempertahankan operasional Sritex, pemerintah membantu menjaga pekerjaan bagi puluhan ribu karyawan perusahaan tersebut, sekaligus menekan risiko peningkatan pengangguran yang berpotensi berdampak pada stabilitas sosial.
  2. Memperkuat Daya Saing Industri TPT
    Jika penyelamatan ini diiringi dengan reformasi kebijakan yang tepat, pemerintah memiliki peluang untuk menata ulang industri TPT nasional agar lebih kompetitif di pasar internasional, sehingga industri ini bisa memberikan kontribusi lebih besar pada ekonomi nasional.
  3. Menunjukkan Dukungan terhadap Sektor Strategis
    Penyelamatan Sritex dapat menjadi sinyal bagi para investor bahwa pemerintah siap mendukung sektor-sektor industri strategis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan investor dan memotivasi pertumbuhan investasi di sektor lainnya.
  4. Mempertahankan Posisi Ekspor
    Sebagai eksportir besar di sektor tekstil, keberadaan Sritex membantu menjaga neraca perdagangan Indonesia di pasar global. Menyelamatkan Sritex berarti menjaga peran Indonesia sebagai pemain penting dalam pasar tekstil internasional.

Risiko dan Tantangan dari Intervensi Pemerintah

Namun, langkah penyelamatan ini bukan tanpa risiko, di antaranya:

  1. Moral Hazard
    Intervensi pemerintah terhadap perusahaan besar seperti Sritex bisa menimbulkan preseden moral hazard, yaitu kecenderungan perusahaan lain untuk mengandalkan pemerintah dalam mengatasi masalah finansialnya. Hal ini bisa memicu praktik bisnis yang kurang bertanggung jawab.
  2. Beban Anggaran Negara
    Bantuan finansial yang diberikan kepada Sritex bisa menjadi beban bagi anggaran negara, terutama jika penyelamatan ini tidak diiringi dengan hasil yang positif. Pemerintah perlu memastikan agar intervensi yang dilakukan benar-benar efektif dan efisien.
  3. Potensi Ketidakpuasan dari Pelaku Usaha Lain
    Penyelamatan Sritex bisa memicu ketidakpuasan dari pelaku usaha lain, terutama UMKM yang juga membutuhkan dukungan pemerintah. Pemerintah harus berhati-hati agar tidak menciptakan ketimpangan dalam pemberian dukungan terhadap sektor industri.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline