Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Menapaki Jalan Bebas Aktif pada Pemerintahan Era Baru di antara BRICS dan OECD

Diperbarui: 30 Oktober 2024   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI

Pemerintahan Indonesia yang baru di bawah Presiden Prabowo Subianto tengah dihadapkan pada pilihan strategis yang bisa mengubah arah kebijakan luar negeri negara ini di panggung internasional.

Ketertarikan untuk bergabung dengan kelompok ekonomi BRICS (Brazil, Rusia, India, China, and South Africa) serta keinginan menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD=Organization for Economic Co-operation and Development) menempatkan Indonesia pada posisi yang cukup unik.

Menteri Luar Negeri Sugiono telah menegaskan bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS bukan berarti "ikut kubu tertentu." Ia menekankan bahwa tujuan Indonesia adalah tetap bebas aktif, hadir di semua forum global demi memperjuangkan kepentingan nasional.

Namun demikian, langkah ini juga memunculkan sejumlah pertanyaan: Apa saja peluang yang ditawarkan oleh BRICS dan OECD? Bagaimana keanggotaan ini dapat menguntungkan Indonesia? Dan apakah ada tantangan yang mungkin perlu dihadapi? Mari kita cermati pro dan kontra yang akan dihadapi Indonesia dalam kedua forum ini.

BRICS: Menguatkan Posisi Indonesia di Negara Berkembang

Sebagai kelompok ekonomi yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, BRICS dikenal sebagai aliansi negara berkembang yang berusaha menghadirkan keseimbangan terhadap dominasi ekonomi Barat.

Di tengah dinamika ekonomi global, BRICS memberi alternatif pendanaan dan kerjasama yang tak terlalu terikat pada syarat-syarat ketat yang sering ditetapkan lembaga keuangan Barat, seperti IMF dan Bank Dunia.

Bergabung dengan BRICS bisa mendatangkan sejumlah keuntungan bagi Indonesia. Pertama, akses pendanaan alternatif. BRICS memiliki lembaga bernama New Development Bank (NDB) yang dapat menjadi sumber pembiayaan untuk proyek-proyek pembangunan di Indonesia, terutama di bidang infrastruktur dan energi. Ini dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada pinjaman dari institusi keuangan Barat yang sering kali disertai persyaratan ketat.

Selain itu, BRICS menawarkan kesempatan untuk meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan, sebuah kerjasama antar negara berkembang yang fokus pada berbagi pengalaman dan dukungan dalam menghadapi tantangan bersama.

Dalam BRICS, Indonesia bisa memperjuangkan isu-isu yang relevan bagi negara berkembang, seperti ketahanan pangan dan energi, yang juga menjadi prioritas di bawah Kabinet Merah Putih.

Namun, meskipun berpeluang, ada juga beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah risiko terjadinya persepsi negatif dari negara-negara Barat, khususnya anggota OECD yang mungkin melihat BRICS sebagai "kubu perlawanan."

Di sisi lain, ada pula kekhawatiran bahwa kehadiran negara-negara besar seperti China dan Rusia di BRICS bisa mendorong ketergantungan yang kurang seimbang, meskipun ini bisa diatasi dengan pendekatan diplomasi bebas aktif yang tetap mempertahankan kemandirian Indonesia.

OECD: Jalan Menuju Standar Ekonomi yang Lebih Tinggi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline