Pernikahan, sebagai salah satu langkah besar dalam hidup, mengalami dinamika yang menarik perhatian di Indonesia. Laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat bahwa angka perkawinan terus mengalami penurunan, sementara angka perceraian cenderung meningkat. Tren ini menggambarkan sebuah realitas sosial yang membutuhkan pemahaman dan pendekatan yang bijaksana.
Laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa jumlah pernikahan di Indonesia terus menurun. Data dari Statistik Indonesia 2024 menunjukkan bahwa penurunan ini terjadi secara signifikan selama tiga tahun terakhir. Dari tahun 2021 hingga 2023, angka pernikahan di Indonesia menyusut sebanyak 2 juta.
Berikut ini adalah angka perkawinan dalam enam tahun terakhir: Tahun 2018: 2.016.17; Tahun 2019: 1.968.878; Tahun 2020: 1.792.548; Tahun 2021: 1.742.049; Tahun 2022: 1.705.348; Tahun 2023: 1.577.255.
Selain itu, laporan Statistik Indonesia 2024 juga menyoroti tren angka perceraian di Indonesia. Angka perceraian sempat meningkat pada tahun 2022, tetapi kemudian turun lagi pada tahun 2023, meskipun tidak terlalu signifikan.
Berikut angka perceraian di Indonesia dalam tiga tahun terakhir: Tahun 2021: 447.743; Tahun 2022: 516.344; Tahun 2023: 463.654.
Terdapat berbagai alasan yang memicu perceraian, seperti perselisihan yang terus-menerus, meninggalkan pasangan, dan juga kekerasan dalam rumah tangga. Perselisihan yang terus-menerus menjadi penyebab utama perceraian, diikuti oleh alasan meninggalkan pasangan. Kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi penyebab yang cukup sering terjadi, menurut laporan tersebut.
Dari laporan tersebut dapat kita saksikan bahwa fenomena "waithood" atau menunda pernikahan menjadi pilihan yang semakin umum terjadi di tengah masyarakat. Namun, di balik tren ini, perspektif Al-Qur'an memberikan pencerahan yang penting. Al-Qur'an mengajarkan tentang keutamaan pernikahan, pentingnya memilih pasangan hidup dengan bijaksana, dan persiapan yang matang sebelum memasuki bahtera pernikahan.
Dalam perspektif Al-Qur'an, pernikahan dipandang sebagai suatu anugerah dan fitrah yang telah diciptakan oleh Allah SWT untuk manusia. Allah menciptakan manusia berpasangan, suami dan istri, agar mereka saling melengkapi, memberikan ketenangan hidup, dan menjadi sumber keturunan yang akan melanjutkan tugas manusia sebagai khalifah di bumi.
Surat An-Nahl ayat 72 menegaskan bahwa Allah menciptakan pasangan dari jenis yang sama agar manusia dapat merasakan ketenangan hidup. Pasangan tersebut juga menjadi mitra dalam membangun keluarga dan masyarakat. Kehadiran anak-anak bukanlah suatu beban, tetapi merupakan anugerah dan tanggung jawab yang harus diemban dengan baik. Melalui pendidikan dan pembinaan, anak-anak diharapkan dapat melaksanakan tugas mereka sebagai khalifah di bumi.
Dari perspektif Al-Qur'an, menunda pernikahan tidaklah dilarang secara kategoris, namun demikian, Al-Qur'an juga memberikan panduan dan nasihat kepada mereka yang memilih untuk menunda pernikahan:
- Pertimbangkan tujuan pernikahan: Sebelum memutuskan untuk menunda pernikahan, seseorang harus mempertimbangkan tujuan pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti membangun keluarga yang bahagia, menjaga keutuhan rumah tangga, dan memperluas keturunan yang bertakwa.
- Persiapkan diri secara fisik, mental, dan finansial: Sebelum menikah, penting untuk mempersiapkan diri secara fisik, mental, dan finansial agar dapat mengemban tanggung jawab sebagai suami atau istri dengan baik.
- Tetap berpegang pada ajaran agama: Meskipun menunda pernikahan, seseorang harus tetap berpegang pada ajaran agama dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk menjaga diri dari perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
- Berdoa dan memohon petunjuk kepada Allah SWT: Sebelum mengambil keputusan tentang pernikahan, seseorang harus senantiasa berdoa dan memohon petunjuk kepada Allah SWT agar diberikan keputusan yang terbaik sesuai dengan ridha-Nya.
Dengan memahami panduan dan nasihat dari Al-Qur'an, diharapkan mereka yang memilih untuk menunda menikah dapat menjalani proses ini dengan penuh kesadaran dan kesiapan, serta tetap berpegang pada nilai-nilai Islam dalam setiap langkah yang diambil.
Tren penurunan angka pernikahan di Indonesia yang disoroti oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta data dari Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) menunjukkan beberapa faktor yang mungkin memengaruhi fenomena ini.
Pertama, penurunan angka pernikahan dapat berkorelasi dengan meningkatnya jumlah perceraian di Indonesia. Persepsi terhadap keberhasilan pernikahan mungkin telah berubah, dan orang-orang lebih berhati-hati dalam membuat keputusan untuk menikah, terutama setelah melihat dampak negatif dari perceraian.