Kita hidup dalam era disrupsi yang semakin cepat, di mana perusahaan-perusahaan dihadapkan pada perubahan besar yang disebabkan oleh digitalisasi. Batas-batas industri menjadi kabur, dan data, algoritme, serta kecerdasan buatan mengubah cara kita memperkirakan, mengambil keputusan, dan bekerja.
Di tengah kompleksitas yang terus-menerus ini, para pemimpin berjuang untuk menjaga kendali dan membuat keputusan yang tepat. Namun, yang sering terabaikan adalah beban kognitif dan emosional yang ditimbulkan oleh perubahan sebesar ini bagi individu yang terlibat, termasuk para eksekutif senior yang bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan transformasi perusahaan.
Ketika dihadapkan dengan kompleksitas yang terus-menerus, naluri kita untuk bertahan hidup muncul. Dalam kepanikan mental untuk mendapatkan kembali kendali, kita cenderung melawan, melarikan diri, atau terdiam. Para pemimpin sering kali merasa terjebak dalam kebiasaan lama yang konservatif dan kaku, sementara kebutuhan akan kepemimpinan visioner, empati, dan kreatif semakin meningkat.
Penting untuk menyadari bahwa kita tidak dapat mengarahkan perusahaan kita melalui perubahan terus-menerus jika kita mengandalkan keselamatan kendali jelajah kita sendiri.
Untuk mengenali peluang dan ancaman di lingkungan ini, kita harus belajar bagaimana memiliki hubungan yang lebih nyaman dan kreatif dengan ketidakpastian. Itu berarti belajar bagaimana bersantai di tepi ketidakpastian dan memperhatikan petunjuk halus baik di lingkungan kita maupun dalam pengalaman kita.
Mengembangkan ketangkasan batin yang mengemukakan kekuatan spiritual seperti ini tidaklah mudah. Ini bertentangan dengan sifat alami kita yang cenderung ingin menyederhanakan masalah dengan menerapkan pola pikir ahli dan praktik terbaik. Namun, untuk mengatasi permasalahan yang kompleks, kita sendiri perlu menjadi lebih kompleks. Kita perlu mengenali dan menghargai kemungkinan-kemungkinan yang muncul.
Bagaimana kita dapat membangun ketangkasan spiritual dalam kepemimpinan transformasional?
Memimpin dengan ketangkasan spiritual dalam menghadapi kompleksitas pada masa transformatif membutuhkan keterampilan dan sikap yang terbuka terhadap ketidakpastian dan perubahan. Berikut beberapa langkah praktis yang dapat membantu Anda dalam memimpin dengan ketangkasan spiritual:
- Berhenti Sejenak untuk Bergerak Lebih Cepat: Saat kompleksitas menekan, penting untuk tidak terjebak dalam siklus reaktif yang tanpa henti. Luangkan waktu untuk menghentikan tindakan sejenak, merenung, dan memperjelas prioritas Anda sebelum melangkah maju dengan tindakan yang lebih tepat.
- Rangkul Ketidaktahuan Anda: Mengakui bahwa tidak mungkin untuk mengetahui segalanya adalah langkah pertama yang penting dalam memimpin dengan ketangkasan batin dan spiritual. Bersikaplah terbuka terhadap perspektif baru, ide-ide yang berbeda, dan pemahaman yang belum terungkap.
- Menyusun Ulang Pertanyaan secara Radikal: Terkadang, untuk mengatasi kompleksitas, kita perlu mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari pemikiran kita. Ajukan pertanyaan yang menantang untuk membuka hambatan model mental Anda dan memungkinkan pemikiran yang lebih inovatif dan kreatif.
- Menetapkan Arah, Bukan Tujuan: Daripada terpaku pada tujuan yang kaku, pemimpin yang tangkas secara batin dan spirituaal fokus pada visi yang memberikan arah yang jelas namun juga fleksibel dalam menghadapi perubahan yang tak terduga.
- Uji Solusi Anda---dan Diri Anda Sendiri: Berani melakukan eksperimen dan mengambil risiko adalah bagian penting dari memimpin dengan ketangkasan batin dan spiritual. Gunakan kesempatan untuk belajar dari kegagalan dan terus berkembang secara pribadi maupun profesional.
Memimpin dengan ketangkasan spiritual bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan latihan dan komitmen untuk terus belajar dan berkembang, kita dapat menjadi pemimpin yang mampu menghadapi kompleksitas dengan kepercayaan diri dan ketangkasan.
Oleh karena itu, kita perlu belajar dari pengalaman masa lalu dan mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara kreatif dan fleksibel. Ini melibatkan pembelajaran dari pengalaman, berkolaborasi dengan orang lain dalam pemecahan masalah, dan mengembangkan keseimbangan antara refleksi dan aksi.
Dengan menggabungkan keterampilan ini, kita dapat mengembangkan ketangkasan spiritual yang memungkinkan kita untuk menghadapi kompleksitas dengan lebih tenang dan kreatif.
Menghadapi era disrupsi membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan teknis atau keahlian manajerial. Ini membutuhkan ketangkasan spiritual yang memungkinkan kita untuk tetap tenang dan kreatif dalam menghadapi ketidakpastian yang terus-menerus.
Dengan kesadaran diri yang lebih dalam, kemampuan untuk belajar dari pengalaman, dan kemampuan untuk berkolaborasi dengan orang lain, kita dapat menjadi pemimpin yang lebih efektif dalam mengarahkan perusahaan kita melalui perubahan yang cepat dan tidak terduga.