Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Cerpen: Sepotong Hati yang Tertinggal di Seoul

Diperbarui: 13 Februari 2024   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo Ilustrasi, sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Aku tersentak dari tidurku ketika pramugari mengumumkan pesawat akan segera mendarat di Incheon International Airport, Seoul. Aku pun berkemas menyiapkan diri sebelum pesawat benar-benar mendarat.

Lima tahun sudah aku tidak menginjakkan kaki kembali di Seoul sejak kuliahku di S2 Teknologi Informasi di sebuah Perguruan Tinggi di Daejeon, yang berjarak sekitar 160km dari Seoul, selesai.

Pesawat pun landing dengan sempurna dan merapat ke gedung terminal, para penumpang pun diminta turun, dan menuju konter Imigrasi. Setelah pemeriksaan Imigrasi, aku pun bergegas ke ruang pengambilan bagasi.

Saat aku melangkah dan jelalatan mencari nomor konter bagasi untuk penumpang dari Jakarta, tiba-tiba seorang anak balita menubrukku. Sepertinya dia sedang berlari-lari sebagaimana layaknya anak kecil yang menikmati kebebasan di mana pun mereka berada.

Secara refleks aku pun merengkuh balita tersebut, namun ada perasaan lain yang bergetar ketika anak kecil itu tiba-tiba memelukku, ketika aku jongkok merengkuhnya. Saat anak itu memelukku, tiba-tiba datang seorang wanita menghampiri kami, mungkin ibu dari balita itu.

Seketika mataku membelalak, saat mataku beradu pandang dengan mata wanita itu. Benarkah wanita di depanku adalah Ha-Yoon? Pikiranku pun langsung melayang ke dalam waktu lima tahun silam.

Ha-Yoon merupakan kekasihku saat aku kuliah di Daejeon. Namun, kami sepakat mengakhiri hubungan kami ketika kuliah kami berakhir. Ha-Yoon tidak berminat untuk pergi dari Korea. Ha-Yoon ingin tetap di Korea dan akan kembali ke Seoul tempat keluarganya bermukim.

Demikian pula denganku, aku harus kembali ke Indonesia karena kuliahku dibiayai oleh sebuah korporasi yang berbasis di Indonesia. Selain itu, orangtua dan keluargaku pasti menolak aku berjodoh dengan gadis Korea.

Orangtua dan keluargaku masih berpegang pada budaya Indonesia yang kuat dan agama yang kami anut. Dan sejak malam sebelum aku meninggalkan Korea, serta sepakat mengakhiri hubungan, kami pun tak pernah saling kontak hingga hari ini.

"Gafar," terdengar suara itu mendesis, dan aku pun secara otomatis merespon, "Ha-Yoon, ini anakmu?"

"Ya, anak kita," jawab Ha-Yoon yang membuatku terasa kehilangan kendali. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline