Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Sahabatku, Ji si Tukang Bakso

Diperbarui: 27 Desember 2023   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Cerita ini membawa kenangan manis yang terjalin lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, pada masa ketika aku masih muda dan menjabat sebagai Manajer Junior di sebuah Badan Usaha Nasional. Waktu itu, keseharianku diwarnai oleh kesibukan di dunia perbankan, namun di tengah hiruk-pikuk itu, muncul seorang sahabat tak terduga---Ji, tukang bakso langganan di tempat tinggalku yang tak jauh dari kantor.

Suatu sore yang terkenang, aku menemui rombong bakso Ji tanpa kehadiran sang penjual. Rasa kesalku langsung sirna saat Ji muncul dengan senyum tulus. "Ke mana saja?" tanyaku.

"Sik Asharan Mas. Sampeyan wis sholat ta?" jawab Ji dengan polos. Kejengkelanku berubah menjadi malu karena su'udzan padanya. Aku bergegas untuk sholat dan memesan bakso.

Keyakinan Ji pada shalat, meski hanya lulusan SD, membuatku kagum. "Rezeki wis ono sing ngatur, Mas," ujarnya polos. Kepercayaannya pada Allah dan kewajiban shalat tanpa memandang pekerjaannya membuatku merenung. Rezeki memang telah diatur oleh Allah, begitu keyakinan Ji.

Banyak pertanyaan kecil Ji tentang Islam yang membuatku menemukan hikmah dan ilmu baru. Persahabatan kami tidak hanya terjalin saat bertemu, tetapi juga melalui pesan-pesan. Saat aku jatuh sakit, ucapan doa dari Ji mampu mengembalikan semangatku.

"Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya," begitu sabda Rasulullah. Ji adalah bukti hidup dari ajaran itu. Ia tidak pernah melihat sekat kasta atau status sosial. Islam mengajarkan untuk bersyukur atas nikmat Allah, dan Ji dengan sederhana mengingatkan hal itu setiap kali kami bertemu.

Ketika Ji menyampaikan kabar bahagia kelahiran putranya, kebahagiaanku turut terasa. Ji tetap rendah hati dan bersyukur, mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kesyukuran atas setiap anugerah.

Ji dan aku, berbeda dalam banyak hal. Dia menyusuri jalan kaki dengan gerobaknya, sementara aku dengan kendaraan pribadi. Namun, ikatan persahabatan kami melebihi sekadar saudara. Kami adalah hamba-hamba Allah yang bersaudara, menjalani ajaran hadis tentang larangan bermusuhan di antara sesama muslim.

Cerita ini adalah potret persahabatan tanpa sekat kasta, di mana dua dunia yang berbeda bersatu dalam keikhlasan dan kebersamaan. Aku bersyukur mengenal Ji dalam hidupku, sebuah hadiah tak ternilai dari Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline