Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penutup Doa pun Berganti di Masa Kampanye

Diperbarui: 11 Desember 2023   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Dalam panggung kampanye politik yang semakin memanas di Indonesia, doa pun menjadi alat baru yang dirombak untuk kepentingan politik. Kontroversi muncul ketika salah satu calon, mempopulerkan jargon "AMIN" yang merupakan singkatan nama kedua calon pemimpin pemerintahan sebagai ciri khas kampanyenya. Bagaimana para rival menjawab? Mereka tidak kalah kreatif.

Kelompok lain telah memutuskan untuk menggantikan penutup doa dengan kata "Qobul." Alasannya? "Qobul" dianggap sebagai kata netral yang tidak akan memihak kepada siapapun, sekaligus memberikan sentuhan keagamaan pada kampanye mereka. Mereka seolah-olah menanggapi tendensi calon tertentu yang menggunakan jargon keagamaan, sambil tetap menjaga daya tarik kampanye mereka.

Seorang pengamat politik berkomentar, "Ini adalah contoh bagaimana politik dapat meresapi setiap aspek kehidupan kita, termasuk doa. Mungkin kita akan melihat kampanye di masa depan yang semakin kreatif dalam menggabungkan aspek-aspek kehidupan sehari-hari."

Namun, tidak semua orang terkesan. Seorang warga berkata, "Saya kira kita akan membahas isu-isu penting, bukan debat kata-kata doa. Sejujurnya, saya lebih peduli apakah calon tersebut memiliki solusi konkret untuk masalah-masalah kita."

Mungkin, di tengah-tengah pertaruhan "Qobul" dan "Amin", masyarakat akan semakin bersemangat untuk meminta para calon fokus pada isu-isu yang sesungguhnya. Setidaknya, kita sekarang tahu bahwa doa bukan lagi hal yang sederhana, melainkan merupakan senjata andalan dalam pertempuran politik modern.

Seiring ritual doa yang kini terlibat dalam kampanye politik, masyarakat mulai bertanya-tanya apakah nantinya pemenang pemilihan akan menentukan kebijakan-kebijakan mereka dengan cara melempar koin atau menebak angka lotere. Sambil mengganti kata "Amin" dengan "Qobul," kita bisa saja menemukan para calon merencanakan kampanye berikutnya yang melibatkan tarot atau membaca ramalan bintang.

Sementara satu kelompok menyebutkan bahwa menggunakan "Qobul" lebih netral dan inklusif, yang lainnya bertanya-tanya apakah seharusnya doa diintervensi oleh politik atau sebaliknya. Mungkin saja kita akan melihat konvensi politik berubah menjadi semacam kelas yoga, di mana para kandidat bersaing dalam meditasi untuk menarik dukungan publik.

Akan tetapi, dalam semua kekonyolan ini, satu hal pasti: doa telah menjadi pemain utama dalam panggung politik. Saat kita memasuki masa-masa politik yang semakin unik, mungkin kita juga harus membekali diri dengan doa dan harapan bahwa kebijakan-kebijakan yang dihasilkan nantinya tidak hanya menjadi "Qobul" di surga, tetapi juga di hati rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline