Sinar matahari mulai memancar, mengubah udara pagi yang semula sejuk menjadi hangat dan menyegarkan. Kicauan burung-burung terdengar sayup-sayup dari kejauhan, membangkitkan kenangan akan sebuah kisah nyata dari tiga puluh tahun yang lalu.
Kisah ini bukan hanya tentang sekawanan burung, namun juga tentang besar kasih Allah, Sang Maha Pengasih dan Penyayang, kepada seluruh makhluk-Nya. Cerita ini menyimpan pelajaran berharga tentang kesetiaan.
Di sebuah apartemen di Singapura, seorang ibu tinggal bersama keluarganya. Meski bukan pemilik burung peliharaan, ia memiliki rasa sayang yang luar biasa terhadap burung-burung liar yang sering berkunjung ke pelataran dan jendela apartemennya.
Setiap pagi, sang ibu dengan penuh kasih memberi makan kepada burung-burung tersebut, tanpa memedulikan risiko denda yang mungkin diterimanya.
Biji-bijian tersebar di halaman rumahnya, di mana burung-burung liar dengan cepat datang dan meraih makanan dengan rakus. Mereka seolah berusaha menjaga agar halaman apartemen tetap bersih, melindungi sang ibu dari ancaman denda pihak berwenang.
Jika sang ibu lupa memberi makan karena kesibukan, burung-burung itu dengan lembut mematuk jendela apartemennya, memberikan isyarat seolah berkata, "Sudah waktunya makan, kami lapar."
Suatu hari, seorang tetangga dari lantai atas mengeluh tentang kotoran burung yang mencemari pakaian yang dijemurnya di teras. Sang ibu hanya tersenyum, karena pakaian yang dijemurnya tetap bersih dan segar, bahkan ketika kotoran burung jatuh di teras tetangga, burung-burung tersebut tidak pernah melakukannya di situ.
Mungkin burung-burung itu merasa berterima kasih kepada sang ibu atas kasih sayang dan perhatian yang selalu diberikan setiap hari. Mereka tidak ingin memberinya beban tambahan dengan mencemari pakaian atau halaman apartemen. Atau, mungkin Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memberi petunjuk kepada burung-burung tersebut untuk membalas kebaikan sang ibu.