Di tengah umurnya yang telah menjulang melewati 60 tahun, Bapak Mastah tetap memancarkan semangat yang luar biasa. Ia adalah seorang penjual sayur, lebih tepatnya sayur bayam dan kangkung. Bapak Mastah ini mungkin memiliki kekuatan yang tak terbatas, seperti tokoh kartun Popeye yang kerap memakan bayam untuk mendapatkan kekuatan luar biasa.
Namun, Bapak Mastah bukanlah seorang pelaut seperti Popeye. Ia adalah seorang suami dan ayah yang memiliki lima anak dan enam cucu yang perlu dia nafkahi. Meskipun usianya sudah memasuki 60-an, dia tetap berjuang untuk menyediakan nafkah bagi keluarganya.
Panggilan akrabnya adalah "Pak Mastah," dan dia dikenal di rumah dan di pasar tempatnya berjualan, Pasar Baru, Bekasi. Dengan becak tua yang setia menemaninya, dia mengangkut sayuran dari Pasar Teluk Buyung ke Pasar Baru Bekasi. Setiap kali dia pergi, becaknya dipenuhi dengan lebih dari 600 ikat sayur bayam dan kangkung.
Rutinitasnya dimulai sejak pukul 03.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, ketika dia berbelanja sayuran yang nantinya akan dijual lagi. Malam harinya, Pak Mastah mulai berjualan jam 18.00 hingga 03.00 pagi. Ia rajin mengikat sayuran yang telah dipesan oleh pelanggannya, memastikan bahwa semua persiapannya sudah beres. Malam itu, ia hanya membawa 600 ikat sayuran, yang lebih sedikit dari sebelumnya ketika saya pertama kali mengunjunginya.
Beberapa ikatan besar sayuran sudah siap untuk pelanggan langganannya yang selalu memesan sehari sebelumnya. Sisanya hanya beberapa ikat sayur yang tersusun rapi di atas becaknya. Dengan baju lusuh dan wajah berkeriput, Pak Mastah dengan tekun mengikat setiap sayuran yang akan dijualnya. Ia mungkin merasa lelah, tetapi tanggung jawabnya sebagai tulang punggung keluarga tak pernah membuatnya mengeluh.
Pak Mastah adalah contoh nyata seorang pekerja keras yang tidak pernah mengeluh. Selama saya bersamanya, saya tidak pernah mendengar keluhannya. Sebaliknya, dia memberikan nasihat dan wejangan untuk tetap kuat dan sabar menghadapi kehidupan. Bagi banyak orang yang sebaya dengannya, menjalani kehidupan dengan tegar seperti Pak Mastah mungkin sulit.
"Uang 100 ribu dulu bisa lebih banyak, sebelum harga bahan bakar minyak naik," katanya sambil mengingat masa lalu. Meskipun BBM naik, Pak Mastah belum pernah menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah. Bagi sebagian orang, bantuan pemerintah belum merata dan tidak selalu mencapai mereka, terutama di daerah pedalaman, meski dekat dengan ibukota negara, seperti tempat Pak Mastah berjualan.
Entah karena kurangnya pendataan atau administrasi yang tidak efisien, banyak warga miskin seperti Pak Mastah terabaikan. Protes dan keluhan tampaknya hanya menjadi hiasan, dan kebijakan pemerintah tampaknya belum memberikan banyak bantuan kepada mereka yang kurang beruntung.
Pak Mastah mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang kuat, melakukan yang terbaik dalam setiap usaha selama kita masih mampu berdiri dan sehat. Cinta dan kasih sayangnya terhadap keluarganya adalah salah satu sifat terbaiknya. Meskipun anak-anaknya sudah memiliki penghasilan mereka sendiri, Pak Mastah tidak pernah memaksa mereka untuk membantunya. Ia tetap bekerja keras untuk membiayai pendidikan anak bungsunya yang masih bersekolah di SMA.