Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Menuntut Ilmu, Rendah Hati, dan Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan

Diperbarui: 2 Juni 2023   03:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumen Merza Gamal

Pelajaran dari Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir: Menuntut Ilmu, Rendah Hati, dan Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir yang terdapat dalam Surat Al-Kahf (Surah 18) ayat 60-82 memberikan pengajaran berharga tentang pentingnya menuntut ilmu, memiliki sikap rendah hati, dan menggunakan ilmu untuk tujuan yang baik. Kisah ini mengajarkan kita tentang kerendahan hati Nabi Musa dalam mencari ilmu, keterbatasan penilaian manusia terhadap ilmu, dan pentingnya mengarahkan pengetahuan yang kita peroleh untuk kebaikan umat manusia. Mari kita eksplorasi kisah ini dan implikasinya bagi kita sebagai hamba Allah.

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dimulai ketika Nabi Musa berangkat bersama Khidir untuk mencari seorang hamba Allah yang telah diberikan rahmat khusus dan ilmu dari Allah. Mereka berjalan bersama dan menemui berbagai kejadian yang mengejutkan.

Pertama, Nabi Musa melihat sebuah perahu yang rusak dan Nabi Khidir menghancurkannya. Nabi Musa merasa heran dengan tindakan tersebut, tetapi Nabi Khidir memberitahu bahwa perahu itu dimiliki oleh orang-orang miskin yang terancam oleh seorang raja yang zalim. Dengan menghancurkan perahu tersebut, Nabi Khidir menyelamatkan perahu dari penindasan raja yang jahat.

Kemudian, mereka bertemu dengan seorang anak laki-laki. Nabi Khidir secara tiba-tiba membunuh anak tersebut, yang membuat Nabi Musa merasa terkejut dan tidak bisa memahami tindakan tersebut. Nabi Khidir menjelaskan bahwa anak itu adalah seorang yang durhaka dan akan mendatangkan kedurhakaan kepada orang tuanya di masa depan. Dengan tindakan tersebut, Nabi Khidir mencegah anak itu melakukan perbuatan yang akan berdampak negatif pada masa depannya dan orang tuanya.

Selanjutnya, mereka tiba di sebuah desa dan meminta makanan, tetapi penduduk desa menolak memberikan mereka. Di sana, mereka melihat tembok yang hampir roboh. Nabi Khidir memperbaiki tembok tersebut tanpa meminta imbalan apapun. Nabi Musa bertanya mengapa Nabi Khidir tidak meminta imbalan atas pekerjaannya yang berarti, dan Nabi Khidir menjelaskan bahwa mereka tidak bisa tinggal di desa tersebut karena penduduk desa tidak mau memberikan mereka makanan. Dalam melakukan perbaikan tembok, Nabi Khidir berharap bahwa kelak, ketika tembok itu roboh, pemiliknya akan menemukan harta yang tersembunyi di bawahnya.

Akhirnya, setelah menjelaskan tindakan-tindakannya, Nabi Khidir dan Nabi Musa berpisah. Nabi Musa menyadari bahwa ada hikmah yang tersembunyi di balik tindakan-tindakan Nabi Khidir yang tampak aneh dan tidak masuk akal bagi dirinya. Nabi Musa menyadari bahwa kebijaksanaan Nabi Khidir dan ilmu yang dia miliki tidak dapat dipahami sepenuhnya oleh manusia biasa.

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir memberikan pelajaran yang berharga tentang pentingnya menuntut ilmu dan memiliki sikap rendah hati sebagai hamba Allah. Kisah ini mengingatkan kita bahwa tidak ada batasan dalam menuntut ilmu, bahwa kita harus tetap rendah hati dan terbuka untuk belajar dari orang lain yang memiliki pengetahuan yang lebih luas.

Dalam kisah ini, Nabi Musa, seorang nabi yang mulia, tetap merasa ada yang bisa dipelajari darinya. Hal ini menjadi contoh bagi kita bahwa tidak selayaknya seseorang meninggalkan kegiatan menuntut ilmu meski ia telah mencapai puncak keilmuannya. Kesombongan intelektual dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kita sebagai manusia. Kita perlu terus memperluas pengetahuan kita, menggali lebih dalam tentang agama, ilmu pengetahuan, dan dunia di sekitar kita.

Selain itu, kisah ini juga mengajarkan kita tentang rendah hati. Nabi Musa, seorang nabi yang memiliki pengetahuan langsung dari Allah, tetap menghormati dan menghargai ilmu Nabi Khidir yang lebih tinggi. Sikap rendah hati ini mengajarkan kita untuk tidak sombong dengan pengetahuan yang kita miliki, melainkan menerima dengan terbuka bahwa orang lain mungkin memiliki pemahaman yang lebih baik atau pengetahuan yang lebih luas dalam bidang tertentu. Dengan demikian, kita dapat belajar dari orang lain dan saling bertukar pengetahuan demi kemajuan kita sebagai umat manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline