Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Menyambut Idul Fitri: Tradisi Lampu Colok yang Menyala di Riau

Diperbarui: 18 April 2023   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image:  Lampu Colok yang Menyala di Depan Kantor Gubernur Riau malam 27 Ramadan (dokpri)

Idul Fitri, momen suci bagi umat Islam di seluruh dunia, dirayakan dengan berbagai tradisi yang unik dan khas di berbagai daerah. Di Riau, salah satu tradisi yang masih lestari adalah penggunaan Lampu Colok, atau dalam bahasa Melayu disebut "pelite" atau "pelito", yang menjadi ciri khas perayaan malam-malam terakhir Ramadan hingga malam Takbiran.

Lampu Colok, yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk penerangannya, terbuat dari bambu, kaleng, atau botol bekas minuman yang diisi dengan minyak tanah dan dilengkapi dengan sumbu di tengahnya. Selain menjadi hiasan di depan rumah, Lampu Colok juga memiliki makna dan romansa tersendiri bagi masyarakat Melayu di Riau.

Dalam upaya melestarikan budaya Lampu Colok, pemerintah daerah dan masyarakat setempat menyelenggarakan Festival Lampu Colok yang telah menjadi bagian dari khasanah warisan budaya tempo dulu yang masih bertahan hingga sekarang, serta menjadi agenda wisata bagi beberapa daerah.

Tradisi Lampu Colok memiliki sejarah yang panjang di masyarakat Melayu Riau. Dahulu, Lampu Colok digunakan sebagai alat penerangan sehari-hari yang diletakkan di depan pintu rumah. Lampu Colok sangat berguna bagi anak-anak yang pergi mengaji atau belajar di tengah kegelapan malam.

Image: Penampakan lampu colok di Tepian Sungai Siak 17 April 2023-Malam 27 Ramadhan 144H (dokpri)

Selain itu, Lampu Colok juga menjadi penerangan bagi masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, terutama para nelayan yang akan pergi melaut. Hingga saat ini (kecuali tahun 2020-2021 akibat pandemi) pada malam Takbiran, anak-anak yang mengaji di masjid akan berkeliling kampung membawa Lampu Colok dalam sebuah pawai.

Seiring berjalannya waktu, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi Lampu Colok yang turun temurun, masyarakat Melayu Riau menggunakan Lampu Colok sebagai hiasan di depan rumah mereka menjelang penghujung bulan Ramadan, terutama dalam menyambut malam Lailatul Qadar, yang puncaknya adalah menyalakan Lampu Colok di seluruh pelosok kampung pada malam ke-27 Ramadan.

Lampu Colok memiliki makna dan romansa tersendiri bagi masyarakat Melayu Riau. Cerita turun temurun mengisahkan bahwa Lampu Colok dahulu merupakan sarana penerangan jalan bagi masyarakat yang ingin membayar zakat fitrah setiap malam ke-27 Ramadan ke masjid atau ke rumah masyarakat yang menghimpun zakat fitrah (Pak Lebai).

Dalam rangka melestarikan budaya Lampu Colok di akhir Ramadan dan menyambut perayaan Idul Fitri, sejak era 2000-an, pemerintah daerah di beberapa Kabupaten dan Kota di Riau menyelenggarakan Festival Lampu Colok. Masyarakat setiap kampung akan membuat Lampu colok dan meletakkannya bersama di lapangan dekat pemukiman mereka.

Image: Lampu colok membentuk replika Masjid An Nur Pekanbaru menyambut malam 27 Ramadan 1444H (dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline