Beberapa hari yang lalu, saya membaca tulisan seorang Kompasianer muda yang setiap tulisannya menjadi Auto Headline Kompasiana, Akbar Pitopang yang berjudul "Balimau Wujud Identitas Nilai dan Pembelajaran Karakter Jelang Ramadhan" yang merupakan tradisi masyarakat Minangkabau dalam menyambut bulan Ramadhan.
Tradisi yang mirip dengan mandi balimau pada Masyarakat Minangkabau juga terdapat dalam tradisi masyarakat Melayu Riau di berbagai daerah, yang dikenal dengan balimau kasai. Hampir setiap kabupaten di provinsi Riau mempunyai tradisi balimau kasai dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Pelaksanaan tradisi balimau kasai tersebut dikenal dengan berbagi istilah di beberapa daerah.
Di daerah Pekanbaru tradisi balimau kasai menyambut Ramadhan dikenal dengan petang megang, di Indragiri Hulu disebut potang mogang, di Kampar dan Kuantan Singingi ada balimau kasai, di Kepulauan Meranti dikenal dengan mandi balimau, di Pelalawan masyarakat mengenal dengan istilah mandi balimau sultan atau mandi balimau kasai potang mogang, dan Rokan Hulu dikenal dengan istilah potang bulimau. Pelaksanaan tradisi balimau kasai ini bisa berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada kearifan lokal dan kondisi geografis setempat.
Di Kabupaten Kampar, acara balimau kasai biasanya dilaksanakan di tepi sungai Kampar atau di sekitar pasar tradisional. Sementara di Kabupaten Siak dilaksanakan di beberapa tempat seperti Desa Perawang, Kecamatan Tualang, dan di Sungai Mandau. Di Kabupaten Pelalawan, dilaksanakan di beberapa tempat seperti Desa Suku Tengah, Kecamatan Bunut, dan Desa Rantau Bais, Kecamatan Pangkalan Kerinci. Dan di Kabupaten Bengkalis, dilaksanakan di Desa Lubuk Basung, Kecamatan Bandar Laksamana. Acara-acara potang balimau kasai ini di setiap daeah menjadi salah satu potensi wisata budaya yang cukup popular.
Tradisi Potang Balimau Kasai pada masyarakat Melayu Riau memiliki kesamaan dengan tradisi Mandi Balimau yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau, terutama dalam aspek penggunaan air jeruk limau dan mengenakan pakaian adat.
Namun, terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Mandi Balimau pada masyarakat Minangkabau dilakukan untuk membersihkan diri dari segala macam keburukan dan kesialan, sementara Potang Balimau Kasai pada masyarakat Riau lebih diarahkan untuk memperoleh keberkahan dan kesejahteraan dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Selain itu, dalam Mandi Balimau, masyarakat Minangkabau juga melakukan ritual tertentu seperti membaca doa-doa tertentu dan menghaturkan sesajen kepada nenek moyang, sedangkan Potang Balimau Kasai pada masyarakat Riau lebih mengarah pada kegiatan bersosialisasi dan silaturahmi antar sesama.
Tradisi Mandi Balimau pada masyarakat Minangkabau dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan memiliki sejarah yang cukup panjang dan berkembang dari masa ke masa. Menurut beberapa sumber, tradisi Mandi Balimau pada masyarakat Minangkabau telah dilakukan sejak zaman pra Islam. Dalam budaya Minangkabau, air jeruk limau atau balimau dianggap memiliki kekuatan magis dan dapat membersihkan segala macam keburukan dan kesialan.
Setelah Islam masuk ke Minangkabau, tradisi Mandi Balimau tetap dipertahankan dan disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Masyarakat Minangkabau menghubungkan tradisi Mandi Balimau dengan bulan suci Ramadhan, di mana bulan tersebut dianggap sebagai bulan yang penuh berkah dan ampunan.