Sejak Kakek Merza menulis artkel "Memaknai 'Quiet Quitting' pada Kalangan Pekerja Gen Z" pada Kompasiana, tanggal 31 Agustus 2022, keesokan harinya muncullah beberapa Kompasianer lain menulis topik yang sama, dan selanjutnya banyak Kompasianer ikut membahas Quite Quitting dari berbagai sudut pandang, hingga akhirnya pada tanggal 22 September diangkat menjadi Topik Pilihan (Topil) Kompasiana.
Namun, banyak yang menulis topik Quiet Quitting, tetapi tidak memahami arti sebenarnya dari apa yang dimaksud dengan Quiet Quitting tersebut. Tidak sedikit yang memahami, quiet quitting sebagai maksud atau tindakan berhenti dari pekerjaannya secara diam-diam.
Quiet Quitting, bukan keluar dari pekerjaannya (resign) baik dengan cara mengundurkan diri atau kabur dari pekerjaannya secara diam-diam. Akan tetapi quiet quiiting adalah satu fenomena dimana pekerja hanya mau bekerja pada jam kerja dan lingkup pekerjaan yang sudah disepakati sebelumnya.
Misalnya, jam kerja adalah jam 8.00-17.00 dengan istirahat jam 12.00-13.00 dengan ruang lingkup kerja yang sudah diuraikan dalam job description. Pekerja/karyawan/pegawai hanya mau bekerja pada jam yang sudah ditentukan dengan pekerjaan sesuai dengan job description yang sudah ditandatangi pada saat Performance Contract (PC).
Quiet quitting tidak sama dengan ketidakdisiplinan pekerja. Ketidakdisiplinan pekerja terjadi jika pekerja tidak menjalankan disiplin karyawan yang diatur dalam peraturan perusahaan. Disiplin karyawan didefinisikan sebagai peraturan atau kondisi yang dikenakan pada karyawan oleh manajemen untuk memperbaiki atau mencegah perilaku yang merugikan organisasi.
Sementara itu, ketidakdisiplinan mengandung arti ketidakteraturan, pembangkangan dan tidak mengikuti aturan dan peraturan organisasi. Ketidakdisiplinan pekerja di tempat kerja bisa langsung dan terlihat yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi manajer dan rekan kerja karena sifatnya yang terkadang konfrontatif atau agresif.
Perilaku ini menjadi contoh buruk bagi pekerja lain, melemahkan otoritas supervisor dan menciptakan lingkungan kerja yang terkadang menakutkan.
Ketidakdisiplinan di tempat kerja misalnya selalu terlambat masuk kerja setengah jam, dan pulang sebelum waktu kerja berakhir. Contoh lainnya adalah tidak menelepon untuk melaporkan ketidakhadiran sebelumnya, menggunakan bahasa yang tidak sopan, berperilaku tidak profesional dengan pelanggan atau secara terang-terangan menentang perintah dari majikan.
Ketidakdisiplinan di tempat kerja juga dapat terjadi tanpa disadari karena karyawan tidak mengetahui atau belum diberi tahu tentang harapan dan standar profesional.