Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Adakah Perbedaan Waktu Objektif dengan Waktu Subjektif?

Diperbarui: 23 Agustus 2022   13:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi by Merza Gamal

Semua orang tahu, memahami, bahkan sebagian orang menyadari bahwa waktu adalah sumber daya yang terbatas, dan merupakan komoditas yang harus dikelola daripada disia-siakan.

Waktu mungkin tidak berhenti, tetapi pasti bisa melambat hingga merangkak atau terbang sebelum kita menyadarinya. Cara kita mengalami bagian yang terus-menerus ini bervariasi dari orang ke orang dan di dalam setiap insan. Variasi ini tergantung pada perubahan suasana hati dan minat Kita. Hal tersebut berarti bahwa pengalaman nyata Kita yang kongkrit dari pemahaman ayat-ayat suci yang Kita imani yang bersifat subjektif dan pribadi daripada dibagikan dan bersifat publik.

Sebagai contoh dalam ajaran Islam, disampaikan bahwa ciri-ciri seorang Muslim yang diharapkan adalah pribadi yang menghargai waktu. Seorang Muslim tidak patut menunggu dimotivasi oleh orang lain untuk mengelola waktunya, sebab sudah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Ajaran Islam menganggap pemahaman terhadap hakikat menghargai waktu sebagai salah satu indikasi keimanan dan bukti ketaqwaan, sebagaimana tersirat dalam surah Al-Furqan/25 ayat 62 yang berbunyi "Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur."

Demikian pula dalam ajaran Kristiani, yang Kakek Merza pelajari saat masih sekolah di Perguruan Katolik dulu, bahwa waktu adalah milik Tuhan. Dia yang menciptakannya dan hanya Dia pula yang bisa mengontrolnya. Manusia tidak dapat mengontrol atau mengelola waktu. Manusia tidak dapat menguasai waktu. Waktu akan datang dan pergi sesukanya dan tidak ada seorang pun yang dapat menahannya atau mengulanginya lagi. Tetapi Tuhan dapat melakukannya dan Dia akan melakukannya sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

Sebagai manusia, Kita hanya dapat mengelola diri untuk memanfaatkan waktu yang sudah dianugerahkan Tuhan kepada Kita. Dengan demikian, Kita dapat mengelola purpose, goal, plan dan action di dalam hidup kita, yang kita lakukan sesuai dengan kehendak-Nya.

Dalam keseharian yang Kita rasakan, waktu tak terhindarkan berlalu begitu saja. Terkadang kita mencatat bahwa waktu berjalan dengan "lambat dan sangat lambat sampai akhir waktu yang tercatat" untuk kita menerima hak Kita, misalnya tanggal gajian. Namun, waktu bisa terbang dengan kecepatan yang pahit saat sepasang kekasih berpisah di stasiun kereta api, bandara, dan pelabuhan laut, yang begitu berharap untuk bisa menghentikan waktu, dan membiarkan momen tersebut berlangsung selamanya.

Akan tetapi, itu semua adalah satu hal yang tidak bisa Kita lakukan. Waktu terus berjalan. Sebaliknya, tiga menit di ring tinju bisa selamanya, terutama ketika Kita melawan seorang yang tangguh, Kita serasa menemukan diri Kita berada di ring bersama raksasa yang akan melumatkan kita. Dengan demikian, adalah salah satu kesesatan hidup bahwa kegiatan yang tidak kita sukai berlarut-larut dan peristiwa-peristiwa indah membuat waktu berlalu tanpa kita sadari.

Kejadian-kejadian dalam hidup Kita itulah yang dikenal sebagai karakter waktu yang subjektif. Hal-hal klasik inilah yang sama sekali diabaikan oleh apa yang kita sebut sebagai waktu terukur. Namun demikian, meskipun waktu terukur menghilangkan Kita sepenuhnya dari variabilitas subjektif waktu seperti yang dialami secara langsung, Kita mengacu pada waktu terukur sebagai waktu nyata objektif.

Waktu objektif memecah aliran kontinu dari pengalaman langsungnya dan memisahkannya menjadi entitas artifisial yang murni dapat dibayangkan, yaitu: mikro detik, detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, dekade, abad, usia, ribuan tahun tak terbatas. Pikiran kita tidak dapat membayangkan tidak ada unit terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, atau dapat menjangkau hingga ke keabadian.

Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran yang keras untuk memahami arti yang sangat aneh di mana waktu, yang secara esensinya abstrak dan tak terbendung, tetap dihentikan oleh pikiran manusia. Pemahaman ini mengasumsikan kemampuan untuk cukup sadar diri untuk fokus pada mentalitas kita berbeda dari pengalaman sederhana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline