Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

TERVERIFIKASI

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Hadiah kepada Guru, Kode Etik Profesi, dan Gratifikasi

Diperbarui: 30 Juni 2022   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image:  Hadiah Kepada Guru, Kode Etik Profesi, dan Gratifikasi (Photo by Merza Gamal)

Menurut pendapat saya, bagaimana pun di zaman sekarang, guru adalah sebuah profesi dan guru tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian dari sebuah sekolah. Bagi guru yang merupakan bagian dari sebuah organisasi (sekolah) dan dia sudah digaji untuk mengajar, maka sebagai konsekuensi etika profesi, seharusnya guru tidak boleh menerima hadiah apa pun dari orangtua murid agar tidak terjadi konflik kepentingan.

Etika profesi adalah sebuah sikap hidup. Sikap mengenai sebuah kesediaan untuk memberi pelayanan profesional pada masyarakat. Caranya adalah dengan berbagai keahlian, serta terlibat secara penuh dalam rangka pelaksanaan tugas. Sudah menjadi tugas guru, terutama guru yang bergabung menjadi bagian sebuah organisasi sekolah, untuk mengajar kepada muridnya.

Etika adalah sebuah prinsip. Prinsip tersebut mengatur perilaku seseorang atau sebuah kelompok di dalam lingkungan bisnis. Dengan adanya sebuah etika profesi, maka dapat memberikan suatu gambaran mengenai bagaimana seseorang harus bertindak. Dengan memahami etika profesi, seorang guru pasti akan menolak hadiah dari orangtua murid karena takut akan adanya konflik kepentingan terhadap murid-muridnya.

Di zaman saat ini, sulit rasanya membuktikan bahwa suatu pemberian tidak ada kepentingan di dalamnya. Namun karena memberikan hadiah sudah merupakan budaya dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, maka dampaknya bagi orangtua yang tidak ikut-ikutan memberian hadiah kepada guru anaknya, maka murid tersebut akan mendapatkan prioritas terakhir dalam perhatian guru kepada murid.

Pemberian hadiah kepada suatu profesi karena dia menjalankan tugasnya adalah salah satu bentuk gratifikasi. Karena untuk tugasnya tersebut dia telah medapatkan gaji dari oraganisasi yang memberikannya pekerjaan sesuai profesinya, terlepas dari pembahasan apakah gaji gru saat ini memadai atau tidak memadai.

Gratifikasi diatur dalam Undang-undang (UU) momor 31 tahun 1999 dan UU nomor 20 tahun 2001. Gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Sanksi pidana tindak pidana gratifikasi ancamannya adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar. Untuk jika seorang guru tidak bisa menolak menerima hadiah, maka sebaiknya guru tersebut melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK sebelum 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima agar dia terbebas dari ancaman pidana gratifikasi.

Jika dari hukum dunia, gratifikasi berupa hadiah dilarang dalam perundangan Republik Indonesia, apakah menerima hadiah tersebut diperbolehkan dalam ajaran agama (Islam)?

Dalam hukum Islam, pada dasarnya hukum menerima hadiah adalah sunnah sebagaimana yang dipaparkan dalam hadits, "Salinglah (kalian) memberi hadiah, supaya kalian saling mencintai." (HR. Bukhari pada Al Adabul Mufrod no. 594. Syaikh Al Albani mengatakan hadits dalam Irwaul Gholil no. 1601)

Akan tetapi, pemberian hadiah tidak dapat dibenarkan apabila dalam konteks memberikan hadiah yang terkait dengan profesi seseorang. Menurut pendapat banyak ulama, menerima hadiah dari wali murid yang diberikan kepada guru hukumnya adalah haram.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline