Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Inspirasi Ibu Kartini: Antara Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" dan "Terjemahan Al Quran" Berbahasa Jawa

Diperbarui: 21 April 2022   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Merza Gamal (Foto Kolase dari geotimes.id dan portal-islam.id)

Hari ini, 21 April 2022 adalah peringatan Hari Kartini. Sejak saya masih kecil, peringatan Hari Kartini, identik dengan saatnya menggunakan kebaya dan lomba-lomba kewanitaan di sekolah dan kantor, bahkan lomba masak Bapak-bapak. Seringkali peringatan tersebut kehilangan makna sebagaimana apa yang diperjuangkan oleh Kartini.

Banyak orang, bahkan para perempuan yang mengadakan perayaan hari Kartini tersebut tidak mengenal siapa Kartini dan apa saja yang diperjuangkan Ibu Kartini selama hidupnya yang tidak panjang (beliau meninggal dalam usia muda, 25 tahun).

Kebanyakan orang hanya tahu Kartini dikenal karena Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" yang merupakan kumpulan surat-surat beliau kepada sahabat-sahabatnya di Belanda. 

Oleh karena itu setelah masa Orde Baru, peringatan Hari Kartini sempat digugat banyak orang, yakni mengapa harus Ibu Kartini yang diperingati, bukan para pejuang perempuan lain yang nyata-nyata berjuang di medan perang seperti Laksamana Hayati, Cut Nyak Dien, Christina Martha Tiahuhu. Atau HR Rasuna Said dan Dewi Sartika yang membuka kesempatan perempuan Indonesia mendapat pendidikan sama dengan pria.

Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" merupakan pemikiran Kartini di masa-masa awal sebelum beliau mempelajari dan memahami Islam dengan lebih seksama. 

Setelah Kartini wafat,  J.H. Abendanon yang menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa.

Dalam salah satu surat bertanggal 6 November 1899, Kartini menyampaikan kegelisahan dan  curahan hati kepada sahabat penanya, Stella Zeehandelaar yang dikutip dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang, yakni: "Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?"

"Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghapal bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya. Aku pikir, tidak jadi orang saleh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?"

Kegelisahan Kartini atas keputusan ulama melarang penerjemahan Al Quran berlanjut sampai beberapa tahun kemudian. Dia lalu mengirimkan surat lagi kepada Nyonya Abendanon. Dalam surat tertanggal 15 Agustus 1902, dia menuliskan tak mau lagi mempelajari Al Quran.

"Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al Quran, belajar menghapal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline