Sabah Alam Hydari adalah pendiri teamiexperts, seorang pelatih kepemimpinan dan transformasi tim dan penasihat afiliasi yang berbasis di Inggris untuk anak perusahaan McKinsey, Aberkyn.
Beliau berasal dari keluarga diplomat. Ayahnya pernah mejadi duta besar di berbagai negara, sehingga tumbuh besar di seluruh dunia, dan menjadi "yang lain" di negara-negara yang pernah beliau tinggali.
Tidak jarang di tempat tinggal tersebut, mengalami perlakuan rasisme. Namun pengalaman itu tidak beliau simpan sebagai trauma, tetapi pengalaman tersebut menjadikan beliau tegar dan menjadi dasar keilmuan beliau sebagai pakar kepemimpinan, tim, dan organisasi transformasional yang diakui secara internasional.
Dalam Artikel yang beliau tulis di McKinsey Quarterly, "Countering otherness: Fostering integration within teams", 12 Februari 2021, Sabah Alam Hydari menyampaikan bahwa menjelajahi perasaan kita tentang orang lain dapat membantu kita menemukan bagaimana kita sama.
Berikut, apa yang disampaikan Sabah Alam Hydari dalam artikelnya tersebut berkaitan dengan pengalaman dirinya mendapatkan perlakuan perbedaan yang membuatnya malah semakin kuat dalam menghadapi kondisi rasisme yang juga sering terjadi di dunia kerja. Semoga pengalaman beliau dapat kita petik hikmahnya dan memperkuat batin kita di bulan suci Ramadhan ini.
Bagaimanapun, 2020 adalah tahun yang penting. Pembunuhan brutal George Floyd memicu protes dan kerusuhan di seluruh dunia dan membawa semangat baru ke gerakan Black Lives Matter.
Pandemi virus corona telah mendorong peningkatan diskriminasi terhadap orang-orang keturunan Cina dan Asia Tenggara, sementara juga mempengaruhi kehidupan dan mata pencaharian orang kulit hitam, Asia, dan etnis minoritas lebih banyak daripada yang memengaruhi orang kulit putih.
Peristiwa-peristiwa ini telah meningkatkan tingkat kesadaran akan bahaya rasisme yang halus dan sistemik bagi orang-orang etnis nonminoritas---seperti halnya gerakan #MeToo, yang tumpang tindih dengan Black Lives Matter dalam tujuannya untuk membongkar penindasan.
Ada juga keinginan yang meningkat untuk mengenali dan mengatasi agresi mikro baik di tingkat pribadi maupun profesional; komentar atau perilaku yang seolah-olah "santai" ini mengabadikan stereotip rasial dan gender dan memperkuat rasa keberbedaan.
Bagi perusahaan, terutama yang, sebagai akibat dari pandemi, beralih ke campuran pekerja virtual dan pekerja lokal, perubahan ini menghadirkan peluang.