Lihat ke Halaman Asli

Merza Gamal

Pensiunan Gaul Banyak Acara

Pajak dalam Pandangan Keuangan Syariah

Diperbarui: 4 Januari 2022   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image: Merza Gamal-File

Pajak, selama ini, merupakan sumber penerimaan terbesar bagi pemerintahan suatu negara, guna membangun negaranya serta menjalankan pemerintahannya. 

Kewajiban sejenis Pajak telah dikenal pada zaman Daulah Khilafah Islamiyah dengan berbagai istilah, antara lain, dhara'ib, wazha'if, kharaj, nawa'ib, dan kilaf as-sulthaniyyah.

Pungutan Pajak pada zaman modern, setelah berlalunya zaman pemerintahan Daulah Khilafah Islamiyah, menurut para fuqaha terbagi dalam dua pendapat, ada yang membenarkan dan ada pula yang menentangnya. 

Alasan kelompok yang menentang, sebagian besar, adalah karena pemerintahan yang ada sekarang bukan dipimpin oleh Pemerintah yang sah secara "Syariat Islam", dan apabila pemerintahan semacam ini diperbolehkan menarik pajak, maka dikhawatirkan pajak akan disalahgunakan dan menjadi suatu alat penindasan.

Sedangkan kelompok fuqaha yang membenarkan pungutan pajak, berpendapat bahwa dana zakat pada prinsipnya dipergunakan untuk kesejahteraan kaum fakir & miskin, serta enam ashnab lainnya, padahal negara memerlukan sumber-sumber dana yang lain agar dapat melakukan fungsi-fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi secara effektif. Dasar pembenaran pemungutan "Pajak" oleh para fuqaha adalah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi "Pada hartamu ada kewajiban selain zakat".

Argumen pendukung pembebanan pemungutan Pajak, menurut Umer Chapra adalah bahwa "suatu pengorbanan yang lebih kecil dapat direlakan untuk menghindari pengorbanan yang lebih besar", dan "sesuatu yang apabila suatu kewajiban tidak dapat dilakukan tanpanya, maka sesuatu itu hukumnya wajib". 

Abu Yusuf dalam kitab "Kitabul Kharaj" mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau menurunkan Pajak menurut kemampuan rakyat yang terbebani. 

Ibnu Taimiyyah dalam kitab "Majmuatul Fatawa" melarang penghindaran pajak, berdasarkan argumen bahwa tidak membayar pajak oleh mereka yang berkewajiban akan mengakibatkan beban yang lebih besar bagi kelompok lain. 

Al Marghinani dalam buku "al-Hidayah" menyatakan bahwa jika manfaat dari pajak memang dinikmati rakyat, maka kewajiban mereka (masyarakat) membayar ongkosnya.

Menurut para fuqaha, kewajiban membayar Pajak, mempunyai arti bahwa pembayaran yang mereka lakukan berguna bagi negara agar mampu menjalankan fungsinya secara efektif karena dana dari Pajak tersebut secara langsung atau tidak langsung dipergunakan untuk pelayanan-pelayanan yang diperoleh dari negara, seperti perlindungan keamanan dalam negeri maupun luar negeri, pembangunan jalan, pelabuhan laut, bandar udara, pasokan air bersih, kebersihan jalan raya dan lingkungan, serta perawatan sistem drainase dan lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline