Lihat ke Halaman Asli

Dakwah Damai Bukan Pemecah

Diperbarui: 18 Desember 2020   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nuonline

Mungkin sebagian dari pembaca yang berdomisili di Jakarta masih ingat kampanye yang terjadi menjelang pemilihan gubernur 2016-2017 (karena berlangsung dua putaran) Dengan tiga kandidat dan kemudian masyarakat Jakarta harus memilih satu dari dua kandidat.

Saat kampanye dengan dua kandidatlah persaingan berlangsung sengit. Masing-masing menembakkan peluru mereka agar lawan terlihat lemah dan jatuh di mata masyarakat. Cara membuat jatuh bermacam-macam. Yang paling terang-terangan adalah dengan memberikan narasi-narasi negative.

Narasi-narasi negative itu dilakukan melalui banyak media. Bisa langsung melalui percakapan sehari-hari, di warung di mall di tukang sayur dan sebagainya. Ada juga yang melalui media sosial baik facebook, grup wad an instagram. Narasi yang beredar di media sosial umumnya seram-seram karena banyak dibumbui oleh komentar netizen yang umumnya tidak mengindahkan etika. Tak jarang mereka mengungkapkan hal yang sebenarnya tidak pantas untuk diungkapkan.

Narasi yang mereka sebarkan cenderung menjadikan satu kelompok menjauh dari kelompok lain yang berbeda. Bahkan banyak yang merasa benci.  Mereka menyebarkan ini berulang-ulang sehingga kelompok satu menjadi sangat benci kepada kelompok berbeda itu. Celakanya banyak tokoh yang mengipasi sehingga banyak masyakarat terbakar emosinya.

Hal yang paling disesalkan dari peristiwa itu adalah dakwah dengan narasi serupa tapi disampaikan melalui dakwah. Dakwah pada saat itu menjadi pragmatis karena seakan memberi pesan-pesan politik yang jauh dari soal agama. Namun yang harus digaris bawahi adalah dakwah pada saat itu menjadi alat untuk memecah satu kelompok dengan kelompok yang berbeda. Peristiwa itu menjadi rahasia umum dan disesali oleh banyak pihak.

Rupanya, beberapa dari hal itu masih berimbas sampai sekarang. Tidak saja berimbas tapi dakwah yang ada seringkali memberi semangat pemecah dibandingkan dengan semangat emmbangun. Memang tidak dilakukan oleh semua pendakwah namun ada beberapa pendakwah yang secara nyata melakukannya. Jika ini diteruskan akan menjadi bibit pemecah bagi perdamaian dan persatuan Indonesia. Apalagi kita pada harus menyatukan diri untuk membangun dan menjadikan negara kita kuat.

Karena itulah, mungkin sebagai masyarakat kita harus peka terhadap narasi-narasi yang kita terima. Bukan saja di media sosial kemungkinan pemecah itu ada tetapi juga pada narasi yang disebar melalui pendakwah. Seharusnyalah pendakwah menjadi juru damai bukan juru pemecah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline