Seperti kita tahu bersama, penyebaran hoax dan kebencian di dunia maya sudah semakin mengkhawatirkan. Semakin dekatnya momentum pemilihan presiden dan wakil presiden, maka semakin massif pula penyebaran hoax dan kebencian ini. Penyebarannya tidak hanya melalui dunia nyata, tapi juga melalui dunia maya.
Media sosial menjadi tempat yang paling sering digunakan untuk menyebarkan hoax dan hate speech. Akibat dari penyebaran ini, tidak sedikit dari masyarakat yang menjadi korban provokasi. Tidak sedikit anak muda yang menjadi pemarah, dan tidak lagi mengepankan logika. Karena sentimen yang dimunculkan adalah sentimen SARA.
Keberadaan ujaran kebencain dan hoax di media sosial ini tentu sangat mengganggu. Media sosial yang seharusnya menjadi tempat untuk saling bertukar informasi, justru berubah menjadi tempat saling membenci.
Karena itulah, perlunya komitmen dari semua pihak untuk memutus mata rantai kebencian di media sosial ini. Dan salah satu yang mempunyai peranan penting tersebut adalah perempuan. Kenapa?
Karena para ibu-ibulah yang yang selalu memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Karena surga berada di bawah telapak kaki ibu, umumnya anak akan mengikuti apa yang diajarkan oleh ibunya.
Ibu masa kini harus mampu membekali dirinya dengan literasi yang kuat. Ibu masa kini juga harus bisa mendorong anak-anaknya, untuk bisa mengakses informasi secara obyektif.
Karena hoax saat ini sangat sulit sekali dibedakan, jika kita tidak melakukan cek ricek terlebih dulu. Literasi inilah yang harus ditanamkan seorang ibu ke anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan penting sebagai agen literasi media sosial dalam menangkal penyebaran hoax dan hate speech.
Banyak berita bohong yang dibuat seolah-olah menjadi benar. Bahkan peristiwa tentang bencana alam pun, seringkali dibuat hoax oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Akibatnya, keramahan masyarakat yang selama ini ada, dipancing untuk berubah menjadi amarah.
Ketika amarah itu tak terkendali, yang terjadi adalah konflik di tengah masyarakat. Seperti kasus pembakaran tempat ibadah di Tanjungbalai, Sumatera Utara tahun lalu. Aksi brutal itu terjadi karena terprovokasi oleh informasi yang berkembang di media sosial.
Para ibu harus paham betul tentang karakter anak-anaknya. Jangan biarkan anak terlalu lama sendiri, jika telah sering mengurung diri di kamar. Berilah perhatian yang cukup, agar anak merasa nyaman tinggal di rumah.
Juga doronglah anak agar sering bercerita tentang aktifitasnya di luar rumah. Komunikasi yang cair bisa menjadi jalan untuk menanamkan pendidikan karakter yang kuat.