Lihat ke Halaman Asli

Bhineka Tunggal Ika Asli Konsep Ketuhanan

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

BHINNEKA TUNGGAL IKA artinya BERBEDA-BEDA TETAPI TETAP SATU JUA, Sebuah semboyan yang di gunakan untuk bangsa yang besar yang merdeka pada 17 Agustus 1945 yaitu Indonesia.

Bila Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. sebelumnya juga pernah membahas sekilas mengapa simbol negara kita Garuda Clik Disini

Masyarakat Indonesia pada umumnya mengetahui arti “bhineka tunggal ika” berbeda-beda tetapi tetap satu, itu hanya sebatas sebagai konsep semboyan NKRI, sesungguhnya Bhineka Tunggal Ika asli konsep Ketuhanan, penulis bukan hendak mengklaim sesuatu kebenaran (Truth Claim) tetapi mengungkap fakta yang ada . Teks asli Bhineka tunggal Ika itu terpotong sehingga maksud yang sebenarnya tidak diketahui. Teks asli berbunyi :

Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,

Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan:

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat (sat) yang berbeda.

Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?

Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal

Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran. (Kakawin Sutasoma 139, 5)

Maksud dari kedua kakawin tersebut bahwa sesungguhnya Tuhan itu hanya satu tidak ada yang kedua (tan hana dharma mangrwa), Tuhan yang dimaksud disini adalah Buddha dan Siwa (Mahadewa), yang merupakan dua Agama yang menonjol pada jaman Majapahit dari beberapa agama yang ada , di Bali dahulu ada 9 Agama (sekte/kepercayaan), demikian juga di beberapa wilayah Indonesia terdiri dari beberapa Sekte.

Kakawin ini juga disokong oleh kakawin Arjuna Wiwaha atau Arjuna Wijaya sebagai berikut:

ndan kantênanya, haji, tan hana bheda saò hyaò/ hyang Buddha rakwa Śiwaràjadewa/

kàlih sameka sira saò pinakeûþi dharma/ riò dharma sìma tuwi yan lêpas adwitìya’ //’

‘demikian kenyataannya, tuanku raja, tidak ada bedanya Hyang

Buddha dengan Hyang Śiwa/ keduanya adalah Esa, yang diwujud-

nyatakan dalam dharma, dan di dalam dharma juga akan mencapai

hakekat-Nya yang Esa’.( Arjuna Wijaya 27.2.)

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” ini merupakan penjawantahan dari ajaran ketuhanan dalam Veda yang berbunyi:

OM TAT SAD EKAM EVA ADITVAM BRAHMAN VIDDHIM Tuhan itu hanya ada satu, tidak ada duanya, dan Maha mengetahui

Ekam santam bahudha kalpayanti (Rg.veda X.114.5) Yang esa (tuhan) oleh para arif bijaksana dikonsepsikan berbeda-beda.

Eko devas sarva-bhutesu gudhas, sarva vyapi sarwa bhutantar-atma

karmadyajsas sarvabhutadhivasas , saksi ceta kevalo nirgunasca.

Atinya: Tuhan yang tunggal sembunyi pada semua mahluk, menyusupi segala, inti hidupnya semua mahluk, hakim semua perbuatan yang berada pada semua mahluk, saksi yang mengetahui, yang tunggal, bebas dari kualitas apapun. (Svet. Up. VI.11)

Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, yang tak terjangkau oleh pikiran, yang gaib dipanggil dengan nama sesuai dengan jangkauan pikiran, namun ia hanya satu, Tunggal adanya.

"Ekam eva advityam Brahma" (Ch.U.IV.2.1) Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua. "Eko Narayanad na dvityo "Sti kaccit" (Weda Sanggraha) Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.

"Idam mitram Varunam agnim ahur atho, divyah sa suparno garutman, Ekam sad vipra bahudha, vadantyagnim, yamam matarisvanam ahuh. (R.W.I. 1964.46)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline