Sebelumnya saya sudah pernah menuliskan tentang mimpi raja Janaka. Berawal dari mimpinya hingga kemudian sang raja mendapat pencerahan dari rsi agung Astawakra. Kali ini saya mencoba mengutip mimpi buruk pangeran Bharata tentang kematian ayahandanya, raja Dasaratha, sebagaimana dikutip dari kitab Itihasa Ramayana sebagai berikut:
Pada malam ketika para utusan itu sampai di Rajagriha, pangeran Bharata mendapat mimpi buruk. Mimpi itu terjadi ketika pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit dan ia pun tahu bahwa mimpi semacam itu sering menjadi kenyataan. Ia pun menjadi kawatir, wajahnya tidak lagi ceria dan tersenyum sebagaimana biasanya. Pelayan-pelayannya berusaha menghiburnya dengan kata-kata menghibur dan berusaha mengajaknya bermain-main suatu yang menyenangkan. Akan tetapi ia tetap tidak bisa terhibur. Pikirannya dipenuhi perasaan-perasaan aneh hingga salah satu anak muda yang sangat dekat dengannya bertanya: "Bharata, katakanlah padaku apa yang mengganggu hingga kau tidak berbagi suka dengan kami? Jika kau mau memberitahu, barangkali kau dapat mengurangi kekhawatiranmu."
Bharata kemudian berkata: "Aku akan memberitahumu. Tadi malam aku bermimpi tentang ayahku dan mimpi yang menakutkan itu terus menghantuiku. Ayahku, sang raja, berpakaian usang dan rambut beliau melambai-lambai tertiup angin. Aku melihatnya jatuh dari lembah gunung menuju sebuah lubang yang dalam dan kotor. Aku melihat beliau meminum minyak dengan telapak tangan yang dilekuk keduanya. Aku melihat badan beliau dilumuri minyak. Aku juga melihat lautan kering dan bulan jatuh ke bumi. Aku melihat kegelapan di sekelilingku dan aku lihat seekor gajah dengan gading yang patah. Ayahku duduk di atas kursi besi dan berpakaian serba hitam. Beliau memakai kalungan bunga yang terbuat dari bunga-bunga merah tua dan pasta sandal merah melumuri pergelangan tangan beliau. Beliau kemudian mengendarai kereta yang ditarik oleh beberapa keledai dan bergerak dengan cepat menuju selatan. Ini adalah mimpi buruk yang menakutkan yang masih terasa jelas di benakku, dan meskipun aku berusaha keras, namun aku tetap tidak bisa menghilangkan teror yang seolah-olah mau menelanku. Aku takut beberapa bencana mungkin akan terjadi. Tidak mungkin bagi sang raja, Rama atau Laksamana yang akan meninggal. Aku diberitahu bahwa jika didalam mimpi, seseorang terlihat mengendarai kereta yang ditarik oleh keledai maka segera asap akan menyelimuti langit dari api pembakaran mayatnya. Aku takut, kawan. Tenggorokanku terasa kering dan kegelisahanku terasa terputus dan mataku seolah-olah kehilangan fungsi inderanya. Aku tidak sanggup mengetahui penyebabnya, tapi rasanya tiba-tiba aku membenci diriku sendiri. Aku mengalami ketakutan yang tidak kuketahui dan ketakutan itu sangat menyedihkan."
Mimpi pangeran Bharata tersebut menggambarkan petaka yang terjadi di Ayodya pura ketika ia berada di kerajaan Kekaya. Mari kita simak sedikit simbol-simbol atau isyarat yang muncul dalam mimpi sang pangeran. Jatuh dari lembah gunung menuju lubang yang dalam melambangkan kejatuhan raja Dasaratha dari tahtanya. Dilumuri minyak sebagai isyarat akan dibakar pada upacara 'ngaben', begitu pula simbol kalungan bunga simbol perlengkapan ritual pengabenan. Kegelapan di sekeliling pangeran pertanda penghianatan yang dilakukan ibunya kepada raja yang dihasut oleh dayang Sumantra. Pakaian hitam yang dikenakan raja pertanda raja dalam kedukaan. Perjalanan ke arah selatan isyarat sang roh raja pergi ke alam kematian. Dalam kepercayaan Hindu, arah selatan dikuasai oleh dewa Yama atau dewa Dharma, oleh karena itulah kuburan di Bali berada di selatan desa.
Mimpi pangeran Bharata ada kesesuaian dengan mimpi ibu saya (almarhum). Sebelum kematiannya, beliau bermimpi didatangi iring-iringan orang banyak dari pusat desa (uli dumah), mereka menandu jempana atau sarad (singgasana arca dewa). Kedatangan mereka untuk menjemputnya dan hendak diajak pulang ke pusat desa (mulih). Enam bulan kemudian ibuku meninggal dunia.
*Cerita mimpi ibuku ini kudapat dari ayahku karena waktu ditinggal ibu aku baru berumur setahun. Katanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H