Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Merta Mupu

Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Kerap Menutup Jalan, Perayaan Nyepi Diprotes

Diperbarui: 10 Maret 2016   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Dreamstime"][/caption]Ada yang menarik perhatian di media sosial menjelang perayaan hari suci Nyepi tahun ini, dimana seorang pemuda bernama Y F Danish Aldeyan memprotes masyarakat Bali, menurutnya kegiatan keagamaan membuat jalanan macet. Dilihat dari namanya, pemuda ini kemungkinan bukan orang Hindu dan juga bukan orang Bali namun dia menetap di Bali.

‘Blm hari raya aja dah bikin jalanan macet, pak Mangku Pastika tolong bikinin perda dong, bikinin aturan biar gak sampai nutup jalan gini, ampun dah.’ demikian bunyi play message seperti screen shoot bbm yang diunggah oleh akun facebok berinisial YN.

YN menambahkan komentarnya pada wall facebooknya, ‘Hargai acara hindu bali donk, jangan komplin kayak gini, lagian gk setiap hari kok hindu nutup jln atau bikin macet’.

Memang harus diakui dalam masyarakat terkadang semena-semena menutup jalan dengan dalih untuk kepentingan umum dalam rangka kegiataan keagamaan, bahkan terkadang masyarakat tidak mempedulikan aturan atau tanpa memiliki ijin kepolisian untuk menutup jalan, padahal tindakan seperti itu dapat diproses secara hukum, lebih-lebih apabila sampai menyebabkan terjadinya kecelakaan dan atau kematian. Selain itu, jalan bukanlah milik kelompok masyarakat tertentu melainkan milik pemerintah, sehingga penggunaannya harus ada ijin dari pemerintah, dalam hal ini polri, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku.

Izin penutupan jalan wajib memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), seperti misalnya; harus ada jalan alternatif dan kondisional; penutupan jalan nasional dan jalan provinsi dapat diizinkan hanya untuk kepentingan umum yang bersifat nasional. Konsekuensi hukum dari pihak yang menutup jalan bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata; pelaksanaan pengalihan lalu lintas akibat penutupan jalan tersebut harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara; mengajukan permohonan izin penggunaan jalan diluar peruntukannya.

Kegundahan Danish Aldeyan patut disikapi dengan bijak, tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, apalagi sampai mencaci makinya hanya karena mereka pendatang. Jangankan pendatang, masyarakat Bali sendiri adakalanya merasa jengkel apabila merasa menjadi korban penutupan jalan dan mengakibatkan kemacetan panjang, lebih-lebih jalur dialihkan tanpa petunjuk jalan yang tidak jelas sehingga adakalanya seseorang tersesat mencari jalan atau setidaknya membuat pusing muter-muter mencari jalan alternatif.

Yang membuat geli dari foto schreen shoot yang diunggah YN adalah chat Danish dengan YN, isinya cukup membuat tersenyum sambil garuk-garuk kepala.

‘Hargai donk Hindu Bali’ tulis YN.
Danish pun membalasnya, ‘Tp kan gue capek mb, masak jarak 2 km, tak tempuh 1 jam’
‘Lagian gak setiap hari kan umat Hindu menutup jalan dan membuat macet’
‘Iya sih tpi jgn sampai merugikan masyarakat’
‘Merugikan masyarakat?’
‘Aq kan rugi waktu, tlat mau berangkat apel nih, mana gebetan baru lg’
‘Ingat broo ini Bali, adatnya memang seperti ini’

Bolehlah tersenyum getir membaca obrolan mereka, hitung-hitung merefresh otak yang sedang mumet. Ternyata Danish memprotes kemacetan hanya karena waktunya tercuri oleh kegiatan keagamaan padahal mau melancong ke pujaan hati. Sungguh menggelikan. Dia sepertinya tidak tahu, pada saat puncak Nyepi, tidak hanya jalan yang ditutup, bahkan bandara pun tak pernah absen dari penutupan demi untuk menghormati perayaan Nyepi.

Menengok ke belakang, sudah beberapa kali terjadi kasus pelecehan perayaan Nyepi meski kata-kata yang mereka tulis sebenarnya sepele namun menjadi besar dan diproses secara hukum karena masyarakat Bali marah besar.
Misalnya kejadian pada tahun 2010, Ibnu Rachal Farhansyah menyebut 'Nyepi sehari kayak tai', seperti ditulis di facebooknya. Tak pelak membuat masyarakat Bali geger, bahkan terjadi demo oleh aliansi pemuda Hindu. Pada tahun berikutnya, pada tahun 2011, muncul kembali kasus serupa, pelakunya Dea. Ia menulis, "kenapa ya kalau nyepi mesti matiin lampu?! Toh kalu qt melanggar, qt juga yang dosa khan?! Ada aja orang yang buat aturan aneh2. Klow mau nyepi, nyepi aja sendiri2, ngga usah ngerepotin orang laen, se**t.” Kasus Dea beruntung tidak sampai ke meja hijau karena pelaku meminta maaf, tidak seperti kasu Ibnu yang melenggang ke meja hijau.

Kasus penistaan Nyepi sempat berhenti beberapa tahun, namun kasus serupa kembali terjadi pada tahun 2015, pelakunya Nando Irwansyah M'Ali warga Lombok. Nando menulis dalam dinding FBnya "bener2 fuck nyepi sialan se goblok ne, q jadi gak bisa nonton ARSENAL maen, q sumpahin acara gila nyepi semoga tahun depan pas ogoh2 terbakar semua yang merayakan, fuckkk you hindu".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline