Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Merta Mupu

Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Menikahi Gadis di Bawah Umur, Cinta Buta Membawa Petaka

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14140767871991074751

[caption id="attachment_330831" align="aligncenter" width="534" caption="Kawin Lari (funpict.com)"][/caption]

Dua hari yang lalu, teman saya update status facebook tentang seorang gadis yang belum tamat SMP kawin lari dengan lelaki dewasa, atas dasar suka-sama suka. Nasib malang menimpa mereka, orang tua gadis SMP itu melaporkan pacar sang anak kepada pihak berwajib.

“Harap bahagia bertemu duka”, kira-kira seperti itulah penggambaran prahara kawin lari akibat cinta buta, karena cinta memang tak punya mata. Bahasa fiksinya; cinta buta membawa petaka.

Kasus-kasus seperti itu sering kali terjadi di masyarakat. Pada umumnya akibat ketidaktahuan masyarakat tentang hukum, terutama Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Perkawinan.

Masyarakat awam menganggap, bahwa jika sudah suka sama suka, saling mencintai, dianggap bisa melangsungkan perkawinan tanpa memperhitungkan apakah calon suami-istri sudah ‘cakap hukum’, dewasa menurut hukum.

Pada dasarnya, perkawinan atau pernikahan dapat terjadi karena memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Menurut Pasal 6 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Untuk melangsungkan perkawinan, seseorang yang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Selain itu, Pasal 6 UU Perkawinan menyatakan bahwa usia minimal bagi wanita untuk melangsungkan perkawinan adalah 16 tahun. Dengan kata lain, ketika seseorang ingin menikahi gadis di bawah umur, yaitu berumur di atas 16 tahun dan di bawah umur 21 tahun maka tidak boleh kawin lari, apalagi kawin dengan paksaan.

Untuk dapat dilangsungkannya perkawinan, maka harus ada persetujuan dari orang tua atau walinya. Sedangkan seorang anak atau seorang gadis di bawah umur 16 tahun sama sekali tidak boleh dinikahi, karena dianggap belum cakap hukum, belum mampu melakukan perbuatan hukum yang sah. Bahasa sederhananya, dianggap belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Apabila menikahi gadis di bawah umur 16 tahun, maka dapat dipidanakan, meskipun ada persetujuan dari orang tua. Demikian pula, jika menikahi seorang gadis di bawah umur 21 tahun dapat dipidanakan jika tanpa persetujuan orang tua (apabila ada pihak terkait yang keberatan dan melaporkannya kepada pihak berwajib).

Seseorang yang kawin lari dengan gadis di bawah umur dianggap melarikan anak di bawah umur meski pun atas dasar suka sama suka, dapat dijerat dengan Pasal 332 ayat 1 KUHP, yang berbunyi, “Barang siapa melarikan perempuan yang di bawah umur tanpa persetujuan orang tuanya atau walinya dengan maksud untuk memiliki perempuan itu baik dengan perkawinan maupun tanpa perkawinan, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Untuk menghindari pasal di atas, jika kawin lari dengan anak di bawah umur, sedangkan ada pihak keluarga yang merasa keberatan, maka harus dikembalikan sebelum 1x24 jam, dan melakukan perdamaian, diselesaikan secara kekeluargaan.

Kasus-kasus seperti di atas, selain melanggar Undang-Undang Perkawinan juga melanggar Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud anak dalam UU ini adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline