Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Merta Mupu

Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Pesan Bijak dalam Kisah Penculikan Dewi Sita

Diperbarui: 4 April 2017   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1420280577323910071

[caption id="attachment_344661" align="aligncenter" width="520" caption="Rahwana Menculik Dewi Sita dan Membunuh Jatayu (Foto: Tumblr)"][/caption]

Meski jarang menonton film Ramayana, tetapi tetap bisa menikmati ceritanya melalui buku Ramayana oleh Kamala Subramaniam. Kisah Ramayana tidak memiliki banyak versi, kisah Ramayana sama dimanapun ia berkembang, seperti di Rusia, India, Indonesia, dan berbagai belahan dunia. Hanya saja, kisahnya ada yang singkat ada yang lengkap. Kisah lengkap terdapat di negeri asalnya, India. Berbeda dengan Mahabharata yang memiliki banyak versi, ada versi India utara, India selatan, versi Thailand, versi negeri Mongolia (china), begitu juga ada mahabharata versi Indonesia. Perbedaan versi ini, barangkali karena kisah Mahabharata terlalu panjang (terbagi menjadi 18 buku), sedangkan kisah Ramayana jauh lebih singkat (hanya 8 Kanda).

Beberapa waktu lalu sempat menonton Ramayana, kisahnya sudah sampai pada Kanda III (Aranya Khanda) bagian ‘Sang Kijang Emas’. Tertarik membaca kisahnya dan mencoba membandingkannya dengan kisah di film, tak jauh berbeda. Sepertinya, pada film lebih lengkap pesan bijaknya, sedangkan pada buku yang saya miliki, pesan bijak yang disampaikan hanya sedikit, soalnya buku ini hanya saduran (kisah singkat), bukan terjemahan sesuai teks aslinya. Sekilas, mencoba mengutip kata-kata bijak yang menurutku menarik untuk direnungkan.

Laksamana mencakupkan tangan dan berdiri dihadapan wanita (Sita) yang telah menghinanya itu dengan wajah sedih dan kesal: “Kau adalah bagai ibu bagiku karena Rama telah ku anggap sebagai ayahku. Aku tidak berani membalas kata-kata kasarmu ketika kau berbicara begitu kasar dan menyakitkan. Karena wanita biasa berkata kasar dan menyakitkan. Tapi itu adalah kodratnya dan aku tidak mau meladeninya. …” (Ramayana, hal 423-424, TEWASNYA MARICA/Marici).

Kesimpulan: 1. Seorang kakak sama seperti seorang ayah. 2. Istri kakak sama seperti seorang ibu sendiri. 3. Wanita kodratnya berkata kasar ketika ia marah.

Sita berkata kepada Ravana: “…. Kau tidak sadar betapa bahayanya keinginanmu itu (keinginan mengambil istri orang). Itu sama saja dengan berusaha sendiri; seperti berusaha untuk hidup setelah mendapat bencana kekeringan Kalakuta, seperti berusaha menyentuh ujung pedang dengan lidahmu. Janganlah bermimpi pada dosa yang begitu besar. Jika kau berkata bahwa kau memiliki aku maka itu berarti mengumpulkan bara api dengan pakaianmu lalu membayangkan api itu tidak membakarmu. Lupakanlah pikiran bodoh itu dan pergilah dari situ sebelum suamiku datang dan membunuhmu.” (Ramayana, hal 429, RAVANA DALAM JUBAH SAMARAN).

Kesimpulan: Haram menginginkan wanita bersuami (berselingkuh, apalagi menjadikannya istri, dianggap sebagai dosa yang sangat besar). Buang jauh-jauh keinginan seperti itu sebelum bencana menjemput.

Ketika Sita diseret paksa Ravana.Lalu menoleh pada Ravana dan berkata: “Takdir telah menghendakimu untuk melakukan kejahatan ini dan kau akan dihukum oleh Rama. Jika kau tidak dibunuhnya maka itu akan melawan takdir. Takdir itu seperti waktu. Seperti orang menanam benih maka butuh waktu untuk panennya, maka dosamu harus bertumpukan dahulu setelah itu Rama akan membunuhmu.” (Ramayana, hal 432, RAVANA DALAM JUBAH SAMARAN).

Jatayu yang tertidur di puncak pohon itu terbangun oleh teriakan, tangis Sita. Ia berusaha membujuk Ravana. Jatayu lalu berkata: “Ravana, aku adalah Jatayu. Aku dipanggil sebagai orang bijak oleh orang-orang. Aku peringatkan kau. Rama adalah orang hebat dan lawan berbahaya bagimu. Ia adalah Tuan alam semesta. Dan kau mau menculik istrinya. Ini adalah perbuatan salah yang telah kau lakukan. Kau adalah raja yang termashyur dan kau harus berusaha mengikuti jalan yang benar seperti yang ditunjukan dalam sastra. Jika seorang raja melakukan perbuatan salah bagaimana ia mendapatkan rasa hormat dari rakyatnya? kau harus melindungi seorang wanita seperti kau memperlakukan adik dan ibumu. Jangan lupa diri hingga menyebabkan noda dan kematian pada dirimu. …” (Ramayana, hal 432-433, KEMATIAN JATAYU).

Rama yang kini telah tenggelam dalam kesedihan itu, mendengarkan kata-kata Laksamana lalu berkata: “Kau tahu aku dan kesaktianku. Namun, hanya karena Sita berkata kasar dan menyakitkan, kau lalu pergi meninggalkannya sendirian. Itu salah, adikku. Jika seorang wanita marah, maka dia akan berbicara tanpa memperhatikan bagaimana rasa dari kata-katanya itu terhadap orang lain. Dia tidak akan sadar apa yang dikatakannya. Sita sedang khawatir padaku hingga ia melakukan hal itu. Seharusnya kau tidak mempedulikan kata-katanya. Kau telah melanggar perintahku, Laksamana dan sekarang lihatlah apa yang terjadi ! Kau telah membiarkan emosimu dan melupakan apa yang aku perintahkan. …” (Ramayana, hal 443-444, KESEDIHAN RAMA).

Kesimpulan: Wanita marah jangan diladeni, anggap angin lalu, bila tak mau kena masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline