Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Merta Mupu

Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Penyucian Diri Setelah Wanita Menstruasi

Diperbarui: 4 April 2017   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423969509628293055

[caption id="attachment_351204" align="aligncenter" width="518" caption="Jangan Ganggu Aku Bang! (Dunia Jadi Satu)"][/caption]

Dalam sebuah diskusi, saya pernah menjelaskan tentang hal yang berkaitan dengan wanita yang menstruasi, dimana seorang wanita yang sedang menstruasi dilarang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan hal-hal rohani, seperti; sembahyang atau memasuki tempat suci, membaca kitab suci, menyentuh sarana-prasarana upakara. Bahkan seorang istri yang sedang menstruasi dilarang seranjang dengan suami.

Sebagai penyucian diri seorang yang telah usai menstruasi dapat dilakukan dengan mandi dan memandang matahari. Seperti dinyatakan, “Tiga hari masa haidnya, dia tidak boleh berhadapan ataupun berbicara dengan suaminya. Dia juga tidak berbicara langsung padanya hingga masa bersihnya tiba kembali. Setelah pemandian sucinya dia harus memandangi suaminya dan tidak boleh memandangi orang lain. Lalu setelah merenungkan suaminya maka dia harus menatap matahari.” (Siva Purana, Rudresvara Samitha III.LIV.32-33).

Akan sloka tersebut, seorang wanita bertanya, bagaimana caranya tidak berbicara dengan suami, tidakah membuat dia tersinggung?

Suami yang baik, tidak akan berbicara dengan istrinya yang sedang menstruasi. Hal ini terutama dilakukan bagi suami yang belajar spiritual, mendalami agama, menjadi rohaniawan. Bisa juga dilakukan masyarakat awam, jika mampu. Namun yang terpenting, masyarakat awam menghindari berhubungan seks dengan istri yang sedang menstruasi.

Lontar Agastya Parwa menyebutkan; “Inilah tempat-tempat brahmahatya waktu malam hari, yaitu pada buah-buahan, susu, mentega, pada madu. Maka oleh karena itu orang yang ingin mendapatkan kegagahberanian, kebijaksanaan, apalagi kelepasan tidak makan buah-buahan, susu, dan mentega malam hari karena menyebabkan hilangnya keberanian, kebijaksanaan, lebih-lebih pula orang yang memakan itu di malam hari tidak akan tercapai cita-citanya.” (Agastya Parwa Halaman 56-57).

Tempat brahmahatya yang terpenting pada siang hari adalah pada wanita juga. Sesungguhnya ia berkurang setiap bulan, brahmahatya pada wanita keluar berbentuk darah itulah yang disebut kotor kain di masyarakat. Oleh karena itu, orang yang hendak mencapai surga tidak boleh memegang perhiasannya dan makanan apalagi satu tempat tidur dengan wanita yang sedang kotor kain, karena sebenarnya ke luar brahmahatyanya turut pula mendapat dosa yang diajak berbicara lebih-lebih pula kalau sampai disentuh. Sungguh-sungguh itu larangan menurut Sang Hyang Agama. Wanita yang tidak keluar brahmahatyanya disebut kuming di masyarakat. Tidak diajak serta dalam pergaulan, tidak dibenarkan ikut dalam upacara kematian (tileman) pada Hyang Siwamandala, dan sebagainya, Yajna Sradha. Dia harus berhenti sebagai pelayan pekerjaan-pekerjaan itu meskipun ikut menyentuh saji. Maka itu anak yang belum kotor kain dan wanita tua yang tidak kotor kain lagi memegang saji Bhatara sampai saat ini. (Agastya Parwa halaman 58).

Brahmahatya pada uraian di atas yaitu roh orang yang dihukum akibat dosa membunuh Brahmana, dilemparkan dari neraka ke bumi. Dari uraian kitab suci, selain membunuh Brahmana, dosa yang dianggap setara dengan membunuh Brahmana diantaranya membunuh bayi dalam kandungan (aborsi), membunuh anak-anak, membunuh sapi. Merusak atau membakar tempat suci juga dimasukan ke dalam kejahatan ini.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa darah mentruasi wanita merupakan tempat penjelmaan sementara orang yang menjadi pembunuh kejam, seperti orang yang membunuh bayi dalam kandungan, membunuh brahmana, membunuh anak kecil, membunuh sapi, dan sejenisnya. Roh orang yang melakukan kejahatan biadab inilah dimasukan ke dalam darah wanita dalam bentuk menstruasi. Dengan cara itu, maka roh bersangkutan secara perlahan akan ditingkatkan kehidupnnya menjadi mahkluk hidup; tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia.

Dalam film Mahadewa sekilas juga terdapat kisah tersirat; dimana dikatakan bahwa para iblis takan pernah bisa mengalahkan wanita, wanita dalam hal ini adalah dewi Parvati, sebagai mahadewi penghancur para iblis. Sedangkan dalam dunianya manusia, wanita sebagai penghancur dari roh-roh mahkluk jahat, dengan kata lain wanita mnyelamatkan roh-roh orang jahat melalui darah menstruasi. Roh para pendosa seperti itu mengalami penebusan dosa berulang kali dalam bentuk darah menstruasi wanita dengan kehidupan yang gagal, tidak terbuahi. Dalam kurun waktu ribuan tahun manusia.

Dalam ilmu magis, darah menstruasi dapat digunakan sebagai penghancur berbagai ilmu hitam. Misalnya; seseorang kena guna-guna. Untuk menangkalnya cukup dengan mandi menggunakan air cucian celana dalam wanita yang sedang menstruasi.

Lalu bagaimana penycucian diri seorang wanita yang telah usai menstruasi?

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan, seperti penyucian diri akibat cuntaka lainnya. Lakukan penyucian diri setelah darah menstruasi berhenti keluar. Untuk menyucikan diri akibat cuntaka (seperti menstruasi, bertemu mayat, kematian, dll) dapat dilakukan dengan 3 cara;

Pertama, menyucikan diri dengan memandang Matahari. Penyucian diri dengan memandang Matahari apabila cuntaka-nya diangap sederhana seperti akibat menstruasi, bertemu mayat di jalan tak sengaja. Baca juga Cara Penyucian Diri Bila Bertemu Mayat.

Kedua, menyuncikan diri dengan api. Penyucian ini dapat dilakukan dengan menghusap-husapkan api/ngayabang api ke wajah. Sama halnya seperti ketika sembahyang menghusapkan tangan ke wajah setelah mendekatkan tangan ke dupa persembahyangan. Bila baru datang dari kuburan, hal ini juga bisa dilakukan dengan api yang ada di dapur. Begitu juga ketika air ludah anjing mengenai tubuh seseorang, maka sebagai penyuciannya dengan membakarnya dengan api (disucikan dengan api).

Dalam Film Mahadewa, dalam episode kelahiran Kartikeya. Mahadeva bersabda bahwa apapun yang tersentuh agni (api) maka ia akan disucikan. Oleh karena itu, sebagai penyucian dosa orang-orang, maka ada tradisi ngaben, mayat seseorang dibakar dengan api. Hal ini juga menjelaskan mengapa penting sembahyang menggunakan sarana Api; Asep, Dupa, Agni Hotra. [Selain Agni (api) sebagai upasaksi juga sebagai penyucian diri].

Ketiga, penyucian diri dengan air. Penyucian ini dapat dilakukan dengan mandi, keramas. Lebih bagus lagi dengan melakukan mandi suci atau melukat. Dapat juga dilakukan dengan memohon tirta penglukatan kepada Sulinggih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline