Lihat ke Halaman Asli

Telok Abang, Pernik Tradisi Agustus-an di Palembang

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

17 Agustus 2011, tepat 66 tahun sejak dibacakannya “naskah proklamasi” oleh Soekarno-Hatta. Duuuh.... kalo pas agustus-an gini jadi kangen deh dengan tanah kelahiran saya, Palembang, yang hampir 9 tahun tidak saya kunjungi, terutama dengan “telok abang”-nya. Ibarat terompet di tahun baru, tidak lengkap rasanya agustus-an tanpa telok abang.

[caption id="attachment_124703" align="aligncenter" width="633" caption="http://blog.binadarma.ac.id/palembang/?p=183"][/caption]

Telok abang dan agustus-an memang tidak bisa lepas dari tradisi di kota Palembang. Telok = telur, abang = merah. Telok abang artinya telur ayam/telur bebek rebus yang diberi pewarna merah, dan dilekatkan ke sejenis mainan berupa miniatur pesawat atau kapal laut yang terbuat dari kayu pule (kayu gabus), styrofoam, atau pun kardus bekas, dan diberi cat warna-warni.

[caption id="attachment_124694" align="aligncenter" width="400" caption="http://kotapalembang.blogspot.com/2008/08/telok-abang-update.html"][/caption] [caption id="attachment_124695" align="aligncenter" width="400" caption="http://putrasangpejuang.blogspot.com/2010/08/telok-abang-mainan-khas-hut-kemerdekaan.html"][/caption] [caption id="attachment_124696" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.beritamusi.com/berita/2009-07/telok-abang-mulai-ramaikan-palembang/"][/caption]

Menurut sumber ini, mainan ini sudah ada sejak sebelum kemerdekaan sekitar tahun 1930-an, saat sering diadakannya pasar malam di kawasan pinggiran sungai Musi (sekarang menjadi plaza BKB). Sebelumnya, telok abang digunakan untuk merayakan ulang tahun, Cap Go Meh, atau hari-hari besar kolonial Belanda. Setelah masa kemerdekaan tradisi ini diteruskan –tentu– dengan tambahan hiasan bendera merah putih.

Seiring dengan perkembangan zaman, bentuk mainan ini pun semakin banyak ragamnya, tidak hanya pesawat dan kapal laut, tetapi ada juga yang berbentuk scooter, helicopter, perahu, naga, becak, mobil, bus kota, ataupun jembatan ampera. Selain itu juga diberi bendera kertas, kertas hias yang berwarna-warni dan/atau kincir angin.

[caption id="attachment_124697" align="aligncenter" width="400" caption="http://palembangbari.blogdetik.com/2009/03/16/telok-abang-tradisi-merayakan-hari-kemerdekaan-di-kota-ini/"][/caption] [caption id="attachment_124698" align="aligncenter" width="400" caption="http://palembangdalamsketsa.blogspot.com/2008/08/telok-abang-model-baru.html"][/caption] [caption id="attachment_124699" align="aligncenter" width="400" caption="http://palembangdalamsketsa.blogspot.com/2008/08/telok-abang-model-baru.html"][/caption] [caption id="attachment_124700" align="aligncenter" width="400" caption="http://palembangdalamsketsa.blogspot.com/2008/08/telok-abang-model-baru.html"][/caption] [caption id="attachment_124701" align="aligncenter" width="400" caption="http://palembangdalamsketsa.blogspot.com/2008/08/telok-abang-model-baru.html"][/caption]

Harganya pun bervariasi, berkisar Rp 10,000 – Rp 50,000 tergantung ukuran & tingkat kesulitan pembuatan “kendaraan” si telok abang, selain keberadaan telok itu sendiri, karena tidak semua orang butuh teloknya, terutama anak-anak karena mereka biasanya hanya butuh “kendaraan”nya. Tapi ada juga yang harganya mencapai Rp 150.000, misalnya miniatur jembatan Ampera dan kapal layar, karena membuatnya memang agak rumit dan memakan waktu cukup lama. Hmmm…. padahal kalo sudah di tangan anak-anak, mainan ini biasanya cuma bertahan paling lama 1 jam, wkwkwkwk….

[caption id="attachment_124702" align="aligncenter" width="400" caption="http://nellilinggayunara.blogspot.com/2009/08/telok-abang.html"][/caption]

Naaahhh…… adakah kompasianer di Palembangyang mau berbaik hati mengobati kekangenan saya dengan mengirimi saya pesawat telok abang?? :)

Salam Agustus-an

Sumber : 1 2 3 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline