"And then I realized, adventures are the best way to learn"
-- Anonymous
Salah satu keuntungan dari sering melakukan perjalanan ke alam adalah kita mengenal beberapa teman yang sama keranjingan jalan-jalan dan "ayukable". Cerita berawal dari ajakan seorang teman, sebut saja MJ, untuk menghadiri resepsi pernikahan sahabatnya di Solo pada tanggal 25 Maret 2017. "Ga ahh," jawaban yang serta merta meluncur dari bibir ini. "Resepsi" dan "Pernikahan". Dua kata yang berarti harus nyiapin baju, dandan, dan pastinya pake high heels... ditambah lagi harus jauh jauh ke Solo... Ga make sense. MJ hanya tersenyum dan mulai berhitung sembari memberi saya kesempatan untuk berpikir (maklum, suka telat).
Tadaaaaa.... Ternyata tgl 28 Maret 2017 adalah hari libur nasional, Nyepi. Langsung kontak HRD, cuti diajukan dan disetujui atasan. Jadilah long weekend dari 24 sampai dengan 28 Maret 2017.
Rencana pun disusun. Berhubung harpitnas, tiket pesawat, tiket kereta, dan tiket tiket lainnya sudah full booked, maka kami (saya, MJ dan Boy) memutuskan untuk melakukan perjalanan dengan mobil pribadi. Itinerary disepakati, dari Jakarta langsung ke Solo dan dilanjutkan dengan eksplor Magelang dan sekitarnya. Perjalanan kami rencanakan via darat dimulai dari Jakarta, dengan mengendarai mobil pribadi dan memanfaatkan jalur tol Cipali serta mengandalkan GPS demi mengurangi resiko tersesat dan mengukur waktu perjalanan.
Kami juga sudah bersiap dengan resiko melakukan perjalanan dadakan di long weekend, sehingga sudah prepare dengan tenda dan sleeping bag. Dan karena kita melintasi Pulau Jawa, kita yakin akan mendapatkan toilet dan tempat mandi yang layak di pom-pom bensin yang tersebar di Pulau Jawa. Hal yang sangat berharga kalau sedang "Living on the Street". Kami merencanakan untuk explore Magelang dan sekitarnya setelah menghadiri resepsi di Solo.
Mendekati hari H, salah satu teman perjalanan membatalkan berangkat bersama dari Jakarta, karena diharuskan mudik ke Surabaya sehari sebelum keberangkatan. Tapi dia baru akan bergabung kemudian saat eksplore Magelang. Jadilah kami berangkat berdua saja. Saya dan MJ.
Namanya long weekend pasti kakak-adek sama macet yang luar biasa. Terbukti dalam 4 (empat) jam perjalanan kami baru mencapai Tol Bekasi Timur dari Jakarta Barat. Begitulah. Liburan keluar kota saat long weekend memang sedang menjadi lifestyle di Jakarta. Tak betah rasanya berdiam di Jakarta dengan keruwetannya selagi ada kesempatan untuk berlibur. Terlihat dari ramainya mobil-mobil plat B sepanjang perjalanan kami. Dan hasilnya kami baru sampai di kota Solo pukul 12.00 WIB, tepat saat acara resepsi selesai. Yasudahlah, yang penting masih bisa foto dengan pasangan pengantin dan bertegur sapa dengan teman-teman lainnya yang sudah bersiap-siap pulang.
Kelelahan, kami memilih beristirahat di rumah Kentung, seorang teman di Boyolali. Kegagalan mengabadikan foto acara akad dan resepsi membuat MJ tidak puas hari itu. Lalu tercetuslah ide untuk berburu timelapse sunrise di Gunung Andong. Gunung yang sedang tenar di kalangan anak remaja se-Indonesia, yang katanya tidak terlalu tinggi tapi punya view yang bagus buat diabadikan. Setelah bincang-bincang dengan Kentung, kami memutuskan untuk tektok saja, alias melakukan perjalanan naik dan turun gunung dalam satu hari saja. Ketinggian 1726 mdpl, tidak terlalu tinggilah buat didaki, pertimbangan kami seperti itu.
Sore itu juga kami meluncur menuju Dusun Sawit, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Bermodalkan GPS kami melewati jalanan sepi dan lebar jalan yang pas-pasan. Lampu jalannya sedikit, berkelok-kelok dan kiri kanan jalan kebanyakan ladang dan persawahan. Sekitar pukul 7 malam, kami sampai pada ruas jalan dengan plang "Pendakian Gunung Andong". Okelah, kita sudah di jalan yang tepat. Sampai di sebuah pertigaan, saat GPS menyarankan untuk jalan terus kami dicegat sekumpulan warga yang memang terlihat mengelompok di pertigaan tersebut.
"Mau ke mana, Mas?" tanya salah satu warga. "Mau ke basecamp Andong, Pak" jawab MJ. "Ohh, lewat Sawit atau Pendem?" tanya warga lagi, entah warga yang mana karena sudah mulai banyak yang mengerubuti mobil kami saat itu. "Lewat Sawit, Pak," kali ini saya yang menjawab karena MJ sudah memandang saya dengan pandangan yang "Hadeuh, males gue yang kayak-kayak gini!". "Ohh, belok kiri mas, ngikutin jalan, trus ketemu SD belok kanan, bla...bla...bla..." seorang warga mencoba menjelaskan.
Kami hanya saling berpandangan dan agak bingung karena arah yang ditunjukkan Si Bapak tidak sesuai dengan GPS. Melihat kami yang antara yakin dan tidak yakin, Si Bapak langsung mengambil sepeda motornya dan bilang "Ayo, mas, saya anter," pungkasnya sambil langsung memimpin jalan di depan.