Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Strong From Villages

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah yang sangat besar. Jumlah penduduknya pun sangat besar. Di dalam luas wilayah dan jumlah penduduk yang besar tersebut mengandung potensi yang luar biasa. Penduduk merupakan aset sumber daya manusia. Maju mundurnya suatu bangsa dan negara tergantung sumber daya manusianya. Sebanyak apapun kekayaan alam yang dimiliki, secanggih apapun peralatan yang dimiliki jika manusia penggunanya tidak berkualitas maka tidak akan menghasilkan manfaat atau keunggulan bangsa dan negara.

Problem bangsa Indonesia yang dihadapi saat ini adalah problem kemiskinan atau kesenjangan sosial, tingkat korupsi yang tinggi, merosotnya nilai moral. Solusi dari semua problem tersebut adalah peningkatan kualitas manusianya sebab manusia adalah pelaku dari kebudayaan dan peradaban sebuah bangsa. Tinggi rendahnya kebudayaan dan peradaban tidak ditentukan oleh benda-benda kebudayaan yang dihasilkan namun tinggi rendahnya sebuah kebudayaan dan peradaban ditentukan oleh tingkat kesadaran manusia-manusia di dalam sebuah bangsa. Tingkat kesadaran manusia yang dimaksud itu adalah kualitas manusianya. Kualitas manusia adalah tingkat kesadarannya.

Kesadaran manusia meliputi aspek afektif, kognitif dan psikomotorik. Kesadaran manusia merupakan hasil dari proses pendidikan. Hal utama dalam proses pendidikan adalah kurikulum dan sistem pendidkannya. Kurikulum sangat berkaitan dengan ilmu yang diajarkan. Ilmu yang diajarkan harus bermutu sehingga membangkitkan kesadaran manusia baik dalam aspek afektif, kognitif maupun psikomototik. Sistem pendidikan sangat berkaitan dengan bagaimana menyusun pola sehingga ilmu dapat menjadi kesadaran manusia baik dalam aspek afektif, kognitif maupun psikomotorik.

Kurikulum dan Ilmu

Saya mengartikan kurikulum secara sederhana adalah pembagian ilmu menjadi berbagai cabang-cabang ilmu. Di dalam dunia pendidikan formal kita berkenalan dengan berbagai cabang-cabang ilmu misalnya biologi, fisika, kimia, bahasa, matematika dan sebagainya. Ada pertanyaan menarik dalam pikiran saya, sumber ilmunya mana?. Kalau biologi, fisika, kimia, matematika, bahasa merupakan cabang ilmu maka sumber ilmu atau batang dan akarnya mana?. Sumber ilmu ini merupakan masalah penting jika kita menginginkan pendidikan menghasilkan manusia yang berkualitas. Kita harus mampu menjamin bahwa sumber ilmu yang diajarkan benar-benar ilmu yang bermutu bukan ilmu ‘bodong’ yang tidak jelas asal-usulnya. Ilmu yang tidak jelas asal-usulnya dan ilmu yang tidak bermutu pasti tidak dapat menghasilkan manusia-manusia berkarakter dan bermoral.

Kita melihat saat ini pendidikan formal di seluruh dunia, kecuali segelintir pendidikan non formal, kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pasar. Kita tahu, pada umumnya yang dimaksud pasar adalah kebutuhan pengguna lulusan yaitu dunia industri bahkan pegawai pemerintahan pun dipengaruhi kepentingan dunia industri. Kepentingan industri adalah masalah keuntungan para pemilik modal. Artinya, dengan kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pasar maka sekolah merupakan institusi sebagai mesin-mesin pencipta manusia-manusia untuk menjadi tenaga kerja untuk menghasilkan keuntungan bagi pemilik modal. Konsekuensi logisnya, kebenaran ilmu ditentukan oleh kepentingan industri. Semua ilmuwan yang bermunculan adalah ilmuwan yang lahir dari kebutuhan industri dan kebenaran yang dibawanya adalah kebenaran dari sudut pandang dunia industri. Secara ‘to the point’ saya katakan, mereka bukan ilmuwan-ilmuwan yang membawa kebenaran dari sudut pandang dunia dan akhirat karena penemuan-penemuan yang mereka hasilkan didorong dan dikondisikan oleh kepentingan industri. Setiap zaman membawa nilai-nilai kebenarannya sendiri, kebenaran menjadi relatif sesuai kepentingan penguasa dunia pada zamannya.

Sebuah negara dan bangsa mempunyai kepentingan terhadap pendidikan yaitu meningkatkan kualitas manusia-manusianya agar negara tersebut mampu menyejahterakan bangsanya. Negara harus mempunyai sumber ilmu yang diyakini kebenarannya. Sumber ilmu tersebut barulah dikodifikasikan menjadi berbagai cabang-cabang ilmu. Sumber ilmu tersebut dibukukan menjadi sebuah buku induk pendidikan. Apakah buku induk yang digunakan negara Indonesia untuk pendidikan bangsanya? Sepertinya negara kita belum punya..!

Saya mengusulkan Al Quran sebagai buku induk pendidikan untuk Indonesia karena Al Quran memenuhi syarat untuk itu. Di dalam Al Quran disebutkan secara tegas bahwa Al Quran adalah buku ‘laa rayba fiihi hudan lil muttaqiin’ (“Tidak ada keraguan di dalam isinya, sebagai pedoman bagi yang mau mematuhinya”. Al Baqarah: 2. Muttaqiin dari kata Taqwa artinya patuh). Kemudian untuk menyusun kurikulum maka selanjutnya ayat-ayat Al Quran diklasifikasi dan spesialisasi menurut obyek-obyek yang dibicarakan. Dari situlah akan keluar berbagai cabang ilmu sehingga saya mengartikan cabang ilmu adalah pengelompokan dan pembagian ayat-ayat Al Quran menurut obyek-obyek yang dibicarakannya. Kumpulan ayat-ayat tentang fisika menjadi cabang ilmu fisika, kumpulan ayat-ayat tentang kimia menjadi cabang ilmu kimia, kumpulan ayat-ayat matematika menjadi cabang ilmu matematika, kumpulan ayat-ayat sosial menjadi cabang ilmu sosial, kumpulan ayat-ayat ekonomi menjadi cabang ilmu ekonomi dan seterusnya. Selanjutnya dari cabang-cabang ilmu tersebut barulah manusia melanjutkan dengan berbagai penelitian-penelitian dalam rangka pembuktian-pembuktian lebih detail untuk kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Dengan demikian, antara manusia dan Sang Pencipta menjadi terhubung, saling setuju (ridho). Radhiallahu anhum wa radhuu anhu (Allah ridho dengan tujuan hidup manusia dan manusia ridho dengan tujuan hidup yg ditetapkan Allah. Ridho = Setuju).

Namun di Indonesia, walaupun umat islam mayoritas masih ada umat non muslim yang juga memiliki buku pedoman. Mungkin umat non muslim juga menginginkan memberi kontribusi tentang buku induk pendidikan. Oleh karena itu diperlukan diskusi serius oleh para pakar untuk membuat sebuah buku induk pendidikan negara Indonesia. Sebagai sebuah negara dan bangsa, sudah seharusnya Indonesia memiliki buku induk pendidikan sendiri sehingga tidak terombang-ambing kekanan dan kekiri oleh berbagai perkembangan ilmu pengetahuan barat maupun ilmu pengetahuan timur.

Sistem Jenjang Pendidikan

Selama 6 bulan saya mengikuti perkuliahan Guardian Angel yang diselenggarakan oleh Next Edu, saya banyak mendapatkan pengetahuan dan inspirasi yang berharga. Di situ saya berkenalan dengan Pak Munif Chatib, praktisi Multiple Intelligence di Indonesia. Kemudian saya berkenalan dengan Pak Bahrudin, parktisi pendidikan yang humanis. Pak Ciptono, praktisi sekolah inklusi.

Saya mempunyai kesimpulan bahwa pendidikan usia dini sebaiknya di rumah. Usia dini yang saya maksud adalah usia sebelum manusia balig (kurang lebih 11-13 tahun). Saya teringat oleh sebuah hadis Kullu mauludin yuladu alal fitrah a abawahu yuhawidanaihi aw yunashironihi, aw yumajisanihii aw yusalimani.(Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, tergantung orang tuanya, mau dijadikannya Yahudi, Nashrani, Majusi atau Muslim). Dalam hadis tersebut tersirat bahwa anak usia dini adalah hak dan tanggung jawab orang tua. Saat ini dengan adanya SD bahkan PAUD banyak menimbulkan problem bahwa si anak lebih menghormati gurunya dibanding orang tuanya, anak bukan lagi anaknya orang tua tetapi sudah dirampas menjadi anaknya sekolah. Bahkan ada indikasi, terdapat sebuah kepentingan global yang tersembunyi untuk merampas (hak orang tua) dan membentuk anak menjadi pengikut sebuah ideologi tertentu. Kepentingan global tersebut memperebutkan anak-anak untuk menjadi generasi kuli, buruh atau pekerja melalui pendidikan.

Setelah balig (usia 13-16 tahun) baru anak-anak sekolah di lingkungan luar rumah yaitu desa atau kelurahan. Hal ini membutuhkan sebuah rekayasa menjadikan desa/kelurahan sebagai sekolah. Ruang kelasnya seluas luasnya desa/kelurahan. Guru-gurunya adalah bagian dari warga desa/kelurahan setempat. Materi kurikulumnya tematik, kontekstual sesuai tantangan atau potensi desa/kelurahan. Model kurikulumnya, kurikulum integrated (kurikulum terpadu), tidak ada pembagian mata pelajaran namun setiap mata pelajaran dirangkai untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan karya. Di masa ini mereka di-suport sepenuhnya untuk menemukan bakat-minatnya.

Usia 16-19 tahun atau setingkat SMA, siswa mulai mengetahui bakat minatnya. Di masa ini mereka mulai sekolah dengan komunitas sejenis (jurusan) di kota atau propinsi. Mereka mulai bertemu orang-orang lain yang memiliki minat sama. Mereka mulai belajar dengan para pakar, praktisi dan guru-guru spesialis di bidangnya. Sekolah komunitas ini ada di setiap kota dan kabupaten, luas ruang kelasnya seluas kota, kabupaten atau bahkan propinsi.

Usia 19-23 tahun atau setingkat Perguruan Tinggi, siswa atau mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat negara bahkan dunia. Kiprahnya adalah belajar, melakukan penelitian, menghasilkan karya untuk kepentingan bangsa bahkan dunia. Inilah tujuan sekolah di sebuah universitas atau perguruan tinggi, menjadi bagian dari masyarakat dunia yang berusaha memberikan solusi dengan keahlian-keahlian khusus (jurusan) yang dimiliki. Mahasiswa adalah agent of change masyarakat sebuah bangsa dan dunia.

Saya berharap gagasan-gagasan tersebut dapat terwujud di bumi Indonesia ini sehingga pendidikan benar-benar menghasilkan manusia-manusia berkualitas, manusia-manusia berkesadaran tinggi. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dari desa/kelurahan karena desa/kelurahan adalah sebuah sistem sekolah bagi anak usia remaja. Para remaja turut belajar memberikan manfaat berupa penyelesaian masalah dan hasil karya. Seluruh luas wilayah Indonesia akan dibagi habis ke dalam desa-desa dan kelurahan-kelurahan. Masyarakat desa menjadi berkarakter kemudian membentuk masyarakat propinsi yang berkarakter selanjutnya membentuk bangsa yang berkarakter. Indonesia strong from villages.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline