Lihat ke Halaman Asli

Meria Selviana

Mahasiswi Keperawatan Universitas Airlangga

Budaya Kerok Sebagai Terapi Komplementer Masyarakat Suku Jawa

Diperbarui: 28 Februari 2023   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberagaman suku bangsa dan budaya di tanah air menyebabkan beragamnya pula sistem medis baik tradisional maupun modern di kalangan masyarakat. Sistem medis sendiri adalah unsur universal suatu  kebudayaan sehingga sistem medis ini merupakan bagian integral dari kebudayaan. Di Indonesia khususnya di Jawa, keberagaman sistem medis merupakan suatu pengobatan yang di akui yang artinya berdampingan untuk saling melengkapi. Namun, meskipun keberagaman ini sudah dikenal luas stigma negatif  perihal pengobatan tradisional ini masih sangat sering dijumpai di masyarakat salah satunya yaitu kerokan yang dianggap hanya menyebabkan pembengkakan, merusak jaringan dan pembuluh darah, tidak sedikit juga orang yang berfikir bahwa pengobatan tradisional adalah sesuatu yang tidak rasional dan penuh takhayul. Padahal dalam dunia medis juga mempelajari terapi komplementer.

Terapi komplementer itu sendiri adalah suatu pengobatan alternatif pengganti atau pelengkap dari terapi medis yang digunakan. Saat ini terapi komplementer sudah banyak dikembangkan dalam dunia keperawatan. Budaya kerokan ini masuk dalam kategori terapi komplementer. Bagi masyarakat khususnya pada masyarakat suku Jawa kerokan dipercaya bisa mengobati berbagai masalah kesehatan seperti perut kembung, masuk angin, dll. Kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun ini membuat masyarakat pada umumnya menganggap budaya kerokan merupakan budaya yang sangat melekat pada masyarakat suku Jawa.

Dari beberapa hasil penelitian yang saya baca, ternyata budaya kerok ini memang benar memiliki manfaat yang mampu dijelaskan melalui alur yang ilmiah, selain itu keunggulan dari kerokan ini adalah tidak perlu memakan banyak biaya, cukup dengan menyiapkan minyak gosok atau sejenisnya dan uang koin logam. Setelah kerokan akan timbul suatu proses peradangan karena terjadi pelebaran pembuluh darah sebagai pengeluaran mediator inflamasi, namun setelah itu aliran darah menjadi lancar sehingga akan lebih banyak  oksigen dan nutrisi yang tersedia pada jaringan otot. Zat-zat yang menyebabkan rasa pegal dapat segera dibawa aliran darah untuk dibuang dan dinetralkan. Selain itu juga, terjadi rangsangan pada keratinosit dan endotel (lapisan paling dalam pada pembuluh darah) yang akan bereaksi dengan munculnya propiomelanokortin (POMC).

https://www.instagram.com/sadewakrstnt/

Pada saat seseorang masuk angin adanya penurunan suhu tubuh menyebabkan pembuluh darah di kulit bagian belakang mengalami penyempitan (konstriksi). Pembuluh darah yang mengalami konstriksi memberikan reaksi dingin. Konstriksi ini merupakan efek kompensasi dan mengakibatkan oksigenasi pada permukaan tubuh (terutama bagian belakang) menjadi turun atau berkurang. Sehingga kerokan ini bisa mengubah suhu tubuh menjadi kembali seimbang. Menurut Palupi (2008), sampai saat ini belum ditemukan adanya efek samping dari kerokan, hanya menimbulkan perubahan warna kemerahan atau kehitaman pada bagian yang dikerok, warna inipun akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari.

Pada prinsipnya efek kerokan yang hendak dicapai adalah mengembangnya pembuluh darah pada kulit yang semula menguncup akibat terpapar dingin atau kurang gerak menjadi kembali lancar. Jadi dapat disimpulkan bahwa krokan ini adalah upaya mengusir masuk angin dengan peningkatan panas, bukan mengeluarkan angin melalui pori-pori.

Sumber :

Triratnawati, A. Masuk angin pada orang Jawa:Patologi Humoral. Masalah Kesehatan Dalam Pandangan Ilmu Sosial Budaya, Kepel Press-CE BU, FK UGM. Yogyakarta, 2005:180.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline