Lihat ke Halaman Asli

Cerita Kuliah Etika Jurnalistik KPI IAI Syarifuddin Semester 5

Diperbarui: 21 November 2022   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari Minggu tanggal 20 November 2022 kemarin merupakan hari di mana kelas komunikasi penyiaran Islam institut agama Islam Syarifudin semester 5 memulai mata kuliah etika jurnalistik dengan dosen pengganti yaitu Dosen Harry Purwanto yang sementara menggantikan Dosen Arifulin Nuha.

Awal perkuliahan masih berjalan dengan biasanya. Seperti biasa ada mahasiswa yang presentasi mengenai review buku, setelah review buku itu diselesaikan barulah Bapak hari menjelaskan bahwa jika ada kata-kata ilmiah yang tidak dipahami cepat-cepatlah mencari tahu arti dari kata tersebut. Dan beliau juga bercerita arti dari kata Syarifuddin yang awalnya diambil dari kata kyai Syarif dan menjadi kata Syarifudin. 

Setelah selesai membahas awal mula kata Syarifudin Bapak hari mulai menjelaskan kode etik jurnalistik bahwasannya setiap hasil penulisan atau berita harus mendapatkan verifikasi dan verifikasi dan verifikasi tersebut didapatkan dari narasumber yang sangat valid. 

Penjelasan selanjutnya yaitu hukum etika jurnalistik pada era orde baru. Untuk membuat sebuah berita, sumber berita itu sangat penting. Jadi, jangan sampai salah memilih orang untuk menjadi seorang narasumber. 

Pada era orde baru setiap media harus mempunyai surat izin usaha perdagangan (SIUP) jika tidak punya surat izin tersebut harus berurusan dengan menteri penerangan.  Munculnya orde baru pada era reformasi pada tahun 1998 dan pada tahun 1999 terbitlah UU. 40 yang berisi tentang undang-undang pers.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline