Lihat ke Halaman Asli

Membuat Tulisan Ilmiah Renyah

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Edisi kali ini, saya ingin berbagi buku yang saya baca tadi malam. Buku ini saya beli kemarin siang, di Toga Mas Affandy. Waktu beli buku ini, kondisi tubuh saya lagi tidak fit, sakit kepala tak tertahankan dan keringat dingin membasahi tubuh. Tapi kondisi tubuh ini tak menjadi penghalang bagi saya untuk hunting buku. Memilih buku yang baik saat sakit kepala bukanlah hal yang mudah. Kebayangkan bagaimana baiknya isi buku ini sehingga dalam kondisi sakit kepalapun saya masih bisa paham isinya dan masih bisa bilang, tidak rugi jika saya beli buku ini.

Buku ini di tulis oleh Ngainun Naim. Di beberapa bab isi buku ini, si penulis memberitahu siapa dia. Dan ternyata ada beberapa kesamaan antara aku dan dia .... dia seorang yang gemar membaca, aku juga,,dia seorang kompasianer, aku juga.. dia seorang dosen, aku juga... bedanya dia seorang kompasianer yang sudah nulis ratusan artikel,sementara aku cuma tidak lebih dari 10, dia seorang pembaca yang sudah menghasilkan puluhan buku, sementara saya belum, dia seorang dosen yang sudah mempublish banyak karya ilmiah, sementara saya baru siji... tenyata ada jurang pemisah antara aku dan dia.

Tadi malam walau sakit kepala saya masih bisa menikmati isi bukunya, namun belum 1/2 isi buku yang bisa saya baca. Dari 230 halaman saya baca baru sampe halaman 90. Seandainya efek samping obat yang diminum tidak bekerja maksimal pastilah buku ini sudah selesai saya baca. Tapi karena obat itu bekerja dgn baik,saya sudah tertidur nyenyak di halaman 90.

Pagi-pagi benar belum jam 4 sudah terjaga, ada buku ini di meja kecil samping ranjang. Baca lagi dan mencoba mengikat makna dari apa yang dibaca.

Sub bab Membuat Tulisan Ilmiah Secara Renyah, hal 82, merupakan artikel yang menarik bagi saya. Karena arikel ini menuliskan fakta yang "gue bingits"..dia nulis gini : dosen menulis karya ilmiah hanya supaya naik pangkat, mahasiswa nulis karya ilmiah hanya agar lulus dan dapat gelar, sehingga karya ilmiah itu ditulis dengan terpaksa dan tidak dengan hati.. dan sesuatu yg dikerjakan dengan terpaksa hasilnya tidak akan baik... Naim kok bisa tahu apa yg aku rasa? Pasti dia pernah mengalaminya...

Naim pun menjelaskan bahwa ada 4 kriteria tulisan ilmiah itu disebut baik :

1.Well writen , artinya ditulis dengan memperhatikan kaidah bahasa yang baik dan mudah dipahami,

2.Well research. Tulisan ilmiah idealnya berbasis pada penelitian yang baik pula.

3.Well organize. Organisasi yg rapi dan sesuai dgn tata aturan pada setiap bagiannya menjadi salah satu indikasi tulisan ilmiah yg baik.

4.Eye opening. saya pikir ini yang paling penting. Tulisan ilmiah yang baik itu memberikan pengetahuan baru yang mencerahkan.

Beberapa teman bilang bahwa menulis karya ilmiah itu gampang kok mer, ngak susah... bagi kalian sih gampang tapi bagi saya itu susah, gumam saya dalam hati. Nulis itu memang gampang , tapi nulis yang bikin saya sendiri puas ketika membacanya , sampai-sampai saya harus membaca berulang-ulang dan narsis dgn tulisan sendiri, itu ngak gampang, frend. Kalo cuma sekedar nulis sih gampang aja....

Saya setuju dgn cak Naim ini yang bilang bahwa banyak penulis karya ilmiah :hanya pandai membuat perencanaan, outline, berkutat dengan tata bahasa, memikirkan penyuntingan, repot melakukan rewriting, melakukan penelitian yang meletihkan, mengurusi tetek bengek tanda baca. Dan ini semua banyak kali membuat penulis mengalami kemacetan.. cak inilah yang saya alami sekarang..

Saya heran, kalo saya nulis di blog atau status di face book, gairahnya sangat bergelora. Semangatnya berapi-api, terkadang sudah 4 jam nulis tak terasa, kalimatnya mengalir bak sungai mengalir. Tapi heran kalo nulis karya ilmiah, aissshhhhh, gue setresss berat, sudah setengah hari yang berhasil saya tulis baru 6 kalimat. Sungguh amat sangat melelahkan.

Cak Naim menuliskan beberapa alasan mengapa tulisan ilmiah itu cenderung rumit :

1.Penulis tidak menguasai sepenuhnya materi dari tema yang ditulis.. gue bingits.

2.Penulis belum terlatih mengungkapkan pemahamannya dalam bahasa tulis... so gue harus berlatih.

3.Kurang banyak membaca buku atau sudah membaca tapi cara membaca tidak memiliki metode... Cak gimana gue bisa nikamati bacaaannya semua berbahasa inggris, puftt, jangan menyerah !!

Cak Nun juga bilang bahwa menulis itu merupakan aktivitas yang menggunakan bukan hanya otak kiri (logika) tapi juga belahan otak kanan (perasaan).... gue paham sekarang cak, kenapa nulis diblog gue nikmati banget sementara kalo nulis karya ilmiah bikin gue setress,, itu karena nulis jurnalnya gue ngak main hati hanya main logika.. hahaha,, so nasehatmu kan kuingat cak .. nulis karya ilmiah itu jangan hanya pake logika tapi mainkan juga perasaanmu, pake hatilah sedikit... asikkk..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline