Lihat ke Halaman Asli

Maria Yasinta Deme

accounting lecturer

Jerat Perbudakan Modern di Balik Beasiswa LPDP: Kritik terhadap Yayasan Perguruan Tinggi yang Menindas

Diperbarui: 2 Juli 2024   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah menjadi secercah harapan bagi banyak akademisi Indonesia untuk melanjutkan studi di jenjang yang lebih tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Pemerintah telah menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk program ini, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Namun, di balik niat mulia ini, terdapat praktik-praktik yang sangat memprihatinkan yang dilakukan oleh beberapa yayasan perguruan tinggi.

Praktik-praktik ini, yang melibatkan pengumpulan ijazah, paksaan mengabdi selama 15 tahun, dan penandatanganan surat pernyataan, telah menimbulkan pertanyaan serius tentang etika dan bahkan legalitas tindakan tersebut. Lebih dari sekadar melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, tindakan ini juga mengancam esensi dari beasiswa LPDP itu sendiri.

Pengumpulan Ijazah: Sebuah Bentuk Pemerasan?

Salah satu praktik yang paling meresahkan adalah pengumpulan ijazah dosen yang menerima beasiswa LPDP. Tindakan ini dapat dianggap sebagai bentuk pemerasan, di mana yayasan perguruan tinggi memanfaatkan posisi tawar mereka untuk memaksa dosen menuruti kemauan mereka. Dengan menahan ijazah, yayasan secara efektif membatasi kebebasan dosen untuk mencari peluang karir di tempat lain, baik di dalam maupun di luar negeri.

Kewajiban Mengabdi 15 Tahun: Sebuah Bentuk Perbudakan Modern?

Kewajiban mengabdi selama 15 tahun setelah menyelesaikan studi juga menimbulkan pertanyaan serius. Meskipun mengabdi kepada institusi pendidikan merupakan hal yang terpuji, namun memaksakannya dalam jangka waktu yang sangat lama dapat dianggap sebagai bentuk perbudakan modern. Dosen yang terikat dengan kewajiban ini kehilangan otonomi mereka dan dipaksa untuk bekerja di bawah kondisi yang mungkin tidak mereka inginkan.

Surat Pernyataan: Sebuah Jebakan Hukum?

Penandatanganan surat pernyataan yang berisi klausul-klausul yang memberatkan juga menjadi sorotan. Surat pernyataan ini sering kali disusun secara sepihak oleh yayasan perguruan tinggi, tanpa melibatkan dosen dalam prosesnya. Dosen yang terdesak untuk mendapatkan beasiswa LPDP terpaksa menandatangani surat ini tanpa memahami sepenuhnya konsekuensi hukum yang mungkin timbul.

Tanggung Jawab Pemerintah: Melindungi Hak-Hak Penerima Beasiswa

Pemerintah, sebagai pihak yang mendanai beasiswa LPDP, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi hak-hak penerima beasiswa. Tindakan yayasan perguruan tinggi yang menekan dan mengeksploitasi dosen penerima beasiswa LPDP tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk menghentikan praktik-praktik ini dan memastikan bahwa beasiswa LPDP digunakan sesuai dengan tujuannya, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Suara Dosen: Menuntut Keadilan dan Kebebasan Akademik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline