Lihat ke Halaman Asli

Maria Yasinta Deme

Dosen Akuntansi di Politeknik St. Wilhelmus Boawae Kabupaten Nagekeo

Merdeka dari Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi: Menuju Kampus yang Aman dan Nyaman bagi Semua

Diperbarui: 25 Juni 2024   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Realitas Kelam Kekerasan Seksual di Kampus

Dunia pendidikan, tak terkecuali perguruan tinggi, seharusnya menjadi ruang aman bagi seluruh sivitas akademika untuk belajar dan berkembang. Namun, kenyataan pahit menunjukkan bahwa kekerasan seksual masih menghantui institusi pendidikan tinggi, merenggut rasa aman dan hak para mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Data menunjukkan bahwa kekerasan seksual di perguruan tinggi merupakan isu yang persisten dan serius. Survei Nasional 2021 oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan bahwa 1 dari 3 mahasiswi di Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual. Angka ini kian memprihatinkan jika melihat data dari Koalisi Perempuan dan Anak (KOPA) yang menyebutkan bahwa terdapat 160 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi dalam kurun waktu 2019-2022.

Bentuk-bentuk kekerasan seksual di perguruan tinggi pun beragam, mulai dari pelecehan seksual verbal, non-verbal, hingga kontak fisik dan pemerkosaan. Kekerasan ini dapat terjadi di mana saja di lingkungan kampus, baik di ruang kelas, asrama, laboratorium, bahkan di luar kampus saat kegiatan akademik.

Dampak kekerasan seksual di perguruan tinggi tak hanya berakibat fisik, tetapi juga psikis dan sosial bagi para korban. Korban dapat mengalami trauma, depresi, kecemasan, hingga gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Kekerasan seksual juga dapat menghambat prestasi akademik dan mengganggu kehidupan sosial korban.

Langkah Menuju Kampus yang Bebas Kekerasan Seksual

Memerdekakan kampus dari kekerasan seksual membutuhkan upaya kolektif dan komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perguruan tinggi, sivitas akademika, dan masyarakat sipil. Berikut beberapa langkah penting yang perlu dilakukan:

1. Penguatan Regulasi dan Kebijakan

Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan kebijakan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan langkah awal yang positif, namun perlu diikuti dengan implementasi yang efektif dan konsisten.

2. Pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS)

Setiap perguruan tinggi wajib membentuk Satgas PPKS yang bertugas untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di kampus. Satgas PPKS harus terdiri dari personel yang kompeten dan memiliki sensitivitas terhadap isu kekerasan seksual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline