Lihat ke Halaman Asli

Covid-19 Tak Menggeser Kenaikkan Kasus HIV/AIDS di Papua

Diperbarui: 8 Agustus 2020   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Data HIV/AIDS Provinsi Papua per 31 Maret 2020

Pengantar
Semua orang akhir-akhir ini disibukan dengan kenaikkan data angka covid perhari yang semakin meningkat. Selama 2019-2020 pertengahan ini covid-19 menjadi trending topik diberbagai platform media sosial. Dalam kenyataan yang berhadapan dengan sejumlah konflik persoalan ternyata angka covid-19 di Papua juga semakin meningkat. Sebelum datangnya covid-19 yang merebak di hampir sebagian besar tanah Papua, ternyata Segudang persoalan kesehatan juga sudah terjadi dan memperparah kehidupan manusia Papua. Hal yang paling sering dilupakan dan terlupakan untuk dibahas adalah persoalan HIV/AIDS. Akhir-akhir ini data terakhir yang dikeluarkan oleh KPA provinsi Papua menunjukkan jumlah penderita HIV yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Per Maret 2020 kenaikkan kasus HIV di Papua menembus angka 44.025 kasus (sumber Dinas Kesehatan Prov. Papua). Apa yang salah dengan kebijakan pemerintah? Apa yang salah dengan cara hidup kita? Sekian puluh ribu orang sudah terdeteksi HIV itu pun yang datang ke rumah sakit dan bergejala lalu diperiksa sedangkan masih banyak lagi ribuan yang belum melakukan VCT yang masih berkeliaran di mana-mana. Usia rata-rata mereka yang mengidap penyakit ini adalah 20-40an tahun. Angka ini menunjukkan usia produktif yang tidak sedikit. Bagaimana generasi Papua yang akan dihasilkan merebut kembali kekuasaannya berdiri di atas tanah ini?Bagaimana pembangunan akan dilakukan oleh manusia Papua sendiri terhadap bangsanya jika sekarang mereka menuju kepunahan? Ketahuilah bahwa HIV di Papua telah menjadi endemik. Jika dikatakan demikan maka yang harus dilakukan adalah jaga diri. Sama seperti kita takut terhadap COVId demikian pun kita harus takut terhadap HIV. HIV dalam kategori endemik menunjukkan bahwa tingkat keseriusan untuk menanganinya juga harus semakin masif dan konsisten. Kita harus berani menekan angka pengidap positiv HIV. Jika semua orang tahu status kesehatannya ia akan sadar untuk tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan orang dapat tertular.

Sadar diri
Pergaulan bebas dan masalah miras menjadi penyebab utama orang mudah terinfeksi virus HIV. Banyak kalangan muda di Papua yang sudah tergerus arus penyebab ini. Dengan melihat fenomena yang miris ini apapun tindakkan pemerintah saat ini baik berupa tindakan preventif dan kurativ belum bisa juga menekan angka pengidap HIV. Apa yang salah dengan kebijakan pemerintah? Apa yang salah dengan program pemerintah? Jika menilisik lebih dalam persoalan perilaku sosial masyarakat maka membangun kesadaran masyarakat akan bahaya virus HIV menjadi hal yang harus diprioritaskan.

Perihal kesadaran ternyata mental masyarakat saat ini tergerus dalam balutan konsumerisme, hedonisme, nepotisme dan sekularisme. Sistem  yang telah mengglobal ini ternyata merusak citra masyarakat dalam tindak tanduk kehidupannya. Kesalahan dalam bergaul dan  berperilaku menjadi biang pemicu munculnya penyakit ini. Jangankan itu para pejabat atau elit pemerintah juga menunjukkan perilaku yang amoral. Banyak dari mereka yang tersandung kasus narkoba, perselingkuhan, perzinahan dan sebagainya. Dengan demikian oknum pejabat yang berperilaku demikian tentunya mempengaruhi perilaku masyarakat secara umum karena ia merupakan sosok publik figur. Hal ini tentunya menjadi lampu merah bagi semua kita. HIV tanpa disadari timbul dan muncul dari perilaku yang demikian. Oleh sebab itu kesadaran dalam menjaga akhlak dan iman dalam berperilaku menjadi modal utama kita bisa terhindar dari penyakit ini. Selain itu juga perlunya penyadaran secara umum. Isitilah untuk kita orang Papua adalah “baku kas tahu”. Tidak hanya itu kita juga diajarkan untuk senantiasa tidak menjauh dari ODHA. Ingat bahwa yang perlu dijauhi adalah penyakitnya bukan orangnya. Media masa tentunya juga harus bermain peran dalam menyadarkan masyarakat selain itu disekolah-sekolah maupun pasar serta kampus dan dan lembaga-lembaga resmi pemerintahan bisa mewajibkan test VCT secara massal. Hal ini juga untuk mengetahui status kesehatan masyarakat secara umum. Jika dibiarkan maka akan berdampak buruk karena penyebarannya yang semakin masif tidak terkontrol. Jika masyarakat tidak mengetahui status kesehatannya maka penyebaran akan terus berjalan. Demikian pun sebaliknya jika masyarakat tahu akan status kesehatannya maka mereka juga akan terus waspada dan bisa menekan angka penyebaran HIV di Papua.

Dengan demikian, jika kita menelisik kasus HIV di Papua secara umum, maka kategori endemik bisa saja disematkan untuk status HIV di Papua. HIV adalah virus ‘diam’ yang sedang mematikan orang Papua secara masif. Jika dikatakan demikian maka tidaklah heran manusia Papua ke depan akan Punah. Istilah ‘mayat hidup’ yang berjalan di mana-mana mudah sekali untuk kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat oleh sebab itu setiap orang Papua wajib untuk menyadarkan keluarganya bahwa menjaga dan memelihara kehidupan saat ini menjadi urgensi yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Jumlah penduduk dari luar yang masuk ke Papua semakin tak terbendung. Jika kita membiarkan penyakit ini terus tumbuh subur maka janganlah heran jika 10-20 tahun ke depan Papua akan di isi penuh oleh mereka dari luar. Mereka yang menguasai semua lahan ekonomi, kursi-kursi birokrasi dan semua lahan pendidikan dan kesehatan. Sedangkan Manusia Papua akan menjadi miskin dan tersingkir di atas tanahnya sendiri karena banyak yang sudah tidak bernyawa.

Penutup
Sudah saatnya kita sadar dan membangun sikap yang benar demi memperbaiki hidup menuju pada perubahan yang lebih baik. Sadar itu berarti berani melakukan test VCT. Sadar itu berarti berani jaga diri dan jaga keluarga. Sadar itu berarti berani hidup sehat. Sadar itu berarti setia pada satu pasangan. Sadar itu berarti menabung dan menyimpan uang demi masa depan anak-anak dan keluarga. Sadar itu juga berarti berani “kas tahu” (kampanye) bahwa HIV sedang mematikan manusia Papua. Dengan demikian diharapkan bahwa “baku kastahu” menjadi ajang kampanye yang bisa sedikit menekan angka penyebaran HIV di Papua selain kesadaran masyarakat sendiri dalam menjaga dan melestarikan budaya yang baik sebagai orang Papua yang beriman kepada Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline