Malam itu sunyi, namun Klitsco tak bisa terlelap dengan tenang. Sudah lewat tengah malam ketika notifikasi dari ponselnya berbunyi. Klitsco beranjak dari ranjang, berusaha tak membangunkan istrinya yang tertidur lelap di sampingnya.
Pikirannya langsung dipenuhi kecemasan, "Siapa yang mengirim pesan di jam-jam seperti ini? Apakah ada sesuatu yang mendesak?"
Awalnya dia tidak berniat membuka ponselnya, tetapi ketika dia ingat seorang kawannya yang menderita diabetes sampai bunuh diri karena pesan WA ponselnya tidak di buka anak-anaknya, maka dia akhirnya memaksakan dirinya untuk bangun.
Itu pasti pesan penting.
Dia melihat layar ponselnya dan menghela napas. Pesan itu berasal dari iparnya, seorang laki-laki yang tinggal di kota lain, sekitar 300 kilometer dari tempat mereka berada.
Dia lalu berniat meneruskan pesan itu kepada saudari iparnya, karena ini menyangkut keluarga mereka yang meninggal.
Tiba-tiba, suara istrinya yang serak terdengar dari balik selimut.
"Jangan diteruskan, nanti dia marah," ujar istrinya pelan namun tegas, seolah-olah sudah mengetahui apa yang Klitsco ingin lakukan.
Klitsco sedikit terkejut, ternyata istrinya sudah terbangun.
"Nggak mungkin dia marah, kan bisa dia baca besok pagi," jawab Klitsco sambil menahan ponselnya di tangannya. "Nggak harus juga dia baca sekarang," tambah Klitsco lagi tanpa melihat ke arah istrinya.