Pendahuluan
Fonem atau bunyi bahasa adalah salah satu elemen paling fundamental dalam struktur bahasa manusia. Keberadaannya tidak hanya mencerminkan karakteristik fonologi suatu bahasa, tetapi juga dapat memberikan petunjuk berharga mengenai sejarah migrasi, kontak budaya, dan pengaruh linguistik yang diterima suatu kelompok masyarakat.
Salah satu kasus menarik yang muncul dalam kajian linguistik adalah keberadaan pengucapan huruf "V" dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia, khususnya pada suku Dohoi Uut Danum dan Apo Kayaan di Kalimantan.
Keberadaan fonem "V", yang serupa dengan pengucapan di negara-negara Barat, menjadi sebuah anomali yang menarik karena fonem ini umumnya tidak ditemukan di wilayah Asia, kecuali di India.
Artikel ini akan mengeksplorasi fenomena unik ini dari sudut pandang linguistik, sejarah, dan budaya, serta mencoba menjelaskan alasan di balik keberadaan fonem "V" di dalam bahasa tradisional suku Dohoi Uut Danum dan Apo Kayaan.
Latar Belakang Linguistik dan Fenomena Anomali
Secara umum, fonem "V" merupakan konsonan frikatif labiodental bersuara, yang berarti bunyi ini dihasilkan dengan mengalirkan udara melalui celah sempit yang terbentuk antara gigi atas dan bibir bawah.
Dalam banyak bahasa Barat, seperti bahasa Inggris, Jerman, dan Belanda, fonem ini merupakan bagian dari sistem fonologis standar. Sebaliknya, sebagian besar bahasa di Asia, khususnya di Asia Timur dan Tenggara, tidak memiliki fonem "V" dalam struktur fonologisnya.
Sebagai contoh, bahasa Jepang dan bahasa Korea menggantikan fonem "V" dengan bunyi lain, seperti "B" atau "F", sementara bahasa Mandarin menggunakan bunyi "F" sebagai pengganti "V".
Pengecualian yang signifikan di Asia adalah bahasa-bahasa di India, yang memiliki sejarah panjang kontak dengan bangsa Indo-Arya dan Eropa, yang turut memengaruhi fonologi bahasa setempat.