Lihat ke Halaman Asli

Yovinus

laki-laki

Makan Malam Ala Mahasiswa Kantong Kering

Diperbarui: 26 Juli 2020   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Soparong dan Sudin duduk merenung dalam kamar berukuran 4x4 meter di asrama mahasiswa milik Pemda kabupaten ini. Kamar kamar dalam asrama ini diperuntukan bagi empat orang untuk setiap kamarnya. Ketiga orang ini adalah tiga orang bersahabat akrab meskipun bukan berasal dari daerah yang sama.

Tiap kamar di asrama milik Pemda itu masing-masing disediakan dua buah tempat tidur bersusun dua. Di kamar ini hanya di isi oleh mereka bertiga. Bahkan ada kamar yang hanya di isi oleh dua orang mahasiswa.

Mungkin karena tempatnya yang terletak sekitar 8 kilometer dari kampus dan tidak ada kendaraan umum ke arah kampus yang membuatnya kurang diminati, kecuali oleh mereka yang mempunyai kendaraan pribadi.

Bagi Sudin, Soparong, dan Bahtok. Mereka bertiga memilih asrama ini dikarenakan tidak cukup uang untuk menyewa rumah kos yang berada di dekat kampus maupun yang dilewati kendaraan umum, yang pada umumnya tarif sewanya tidak terjangkau oleh mahasiswa kantong kering seperti mereka bertiga. Sehingga setiap harinya mereka harus menggoyangkan lutut sejauh enam belas kilometer pulang pergi dari asrama ke kampus.

Tiba-tiba Bahtok masuk ke dalam kamar. "Lapar, nih. Mau masak, beras tidak ada. Apa upaya kita bertiga?" Katanya kepada Soparong dan Sudin sambil memegang perutnya.

Sepertinya dia baru datang dari dapur yang memang terletak di bagian belakang asrama. Meskipun tidak berasal dari sungai yang sama, mereka berkongsi dalam memasak.

"Aku juga lapar sekali. Dari kemarin belum ada sebutir nasipun yang masuk ke perut ini." Desah Soparong lemas sambil memandang ke arah Sudin. Seperti mencari jawaban dari kawan sekamar mereka ini. Apa lagi Sudin merupakan yang tertua di antara mereka bertiga.

"Semua kita lapar" Tegas Sudin. "Kita bertiga memang belum makan dari kemarin pagi, tapi saya juga sudah kehabisan akal." Katanya lagi sambil melirik arloji di tangannya. Jarum jamnya menunjukan pukul empat sore WIB.

 Ketiganya saling pandang. Mereka sudah berusaha ke sana kemari untuk mencari pinjaman. Selama beberapa bulan terakhir mereka berusaha mencari kerja sambilan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sudah tiga bulan kiriman uang dari kampung tidak ada. Padahal keperluan hidup dan kebutuhan kuliah tidak bisa di tunda.

"Honormu mengajar di SMP swasta Angin Ribut, bagaimana Rong?" Tanya Sudin. "Apa sudah kamu tanyakan lagi?"

"Sudah tiga bulan ini tidak di bayar. Katanya anak-anak menunggak SPP." Desah Soparong sedih. "Tapi memang aneh, pihak yayasan kok tidak aktif menagihnya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline