Lihat ke Halaman Asli

bakulan opini

Pegiat Literasi

Karut Marut Pelayanan Haji 2024: Gimana Sih Bisa Begini?

Diperbarui: 29 Juni 2024   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oke, guys! Kita bahas sedikit ya soal gimana pelaksanaan haji 2024 yang bikin banyak orang geleng-geleng kepala. Tahun ini, lagi-lagi, pelayanan haji dapat banyak kritik dari sana-sini, terutama dari jemaah haji Indonesia yang ngerasa kalau pelayanannya jauh dari kata memadai. Nah, Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR juga nggak tinggal diam, mereka mengungkapkan kekhawatiran soal kondisi akomodasi yang parah banget, terutama tenda yang sempit dan toilet yang super nggak memadai. Bayangin, guys, jemaah harus antre berjam-jam buat ke toilet!

Ketua Timwas Haji, Cak Imin, bilang kalau tenda yang disediakan itu terlalu sempit. Ruang geraknya cuma sekitar satu meter aja, jadi banyak jemaah yang nggak dapat tempat tidur di dalam tenda. Selain itu, fasilitas toilet yang minim banget bikin jemaah harus sabar antre lama-lama. Kebayang kan gimana ribetnya?

Masalah pelayanan haji ini bukan cerita baru, lho. Tahun 2023 juga sama, masalah akomodasi dan transportasi selama Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) bikin banyak jemaah terlantar di Muzdalifah dan susah dapetin makanan. Ade Marfuddin, pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah, bilang kalau fasilitas yang disediakan pemerintah nggak sebanding dengan biaya besar yang udah dikeluarin jemaah. Manajemen pelayanan haji dari tahun ke tahun nggak pernah ditata dengan baik, jadi masalah yang sama terus berulang.

Menurut Ade, pemerintah harusnya bisa melakukan pemetaan dan mitigasi risiko di setiap prosesi haji. Khususnya di wilayah Armuzna yang selalu jadi titik krusial. Harus ada pemisahan zona antara area yang rame banget dan area yang lebih aman, biar fokus perhatian bisa lebih tertuju ke zona-zona yang berisiko tinggi.

Ade juga kasih saran buat bangun bangunan bertingkat buat tempat berdiam jemaah di Mina, soalnya wilayah Mina sangat terbatas. Selain itu, dia kritik keputusan pemerintah yang nggak lagi pakai Mina Jadid kayak tahun-tahun sebelumnya, yang akhirnya bikin penumpukan jemaah di Mina lama. Menurut Ade, keputusan ini adalah langkah manajemen yang salah.

Bukan cuma Ade yang protes, Luluk Nur Hamidah dari Komisi VIII DPR juga ngomong kalau pemerintah nggak serius dan totalitas dalam menyelenggarakan haji. Menurut dia, perlu ada perubahan menyeluruh, progresif, dan revolusioner di seluruh aspek ekosistem haji. Dia juga soroti kekurangan fasilitas buat jemaah lanjut usia, yang sering kali nggak dapat tempat layak di pemondokan dan harus rela tidur di lorong dalam kondisi panas.

Luluk juga kritik dugaan praktek rente dalam penyelenggaraan haji, yang cuma nguntungin sebagian kecil pihak dan mengabaikan pelayanan ke jemaah. Dia tegaskan kalau perbaikan pelayanan itu kewajiban pemerintah dan hak dasar bagi para jemaah. Transparansi dalam seluruh proses penyelenggaraan haji juga penting banget buat ngakhirin praktek rente ini.

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, bilang bakal terus evaluasi penyelenggaraan ibadah haji buat perbaikan ke depan. Evaluasi dilakukan terus-menerus di lapangan, dan pemerintah berusaha responsif terhadap aduan-aduan yang muncul selama pelaksanaan haji. Tapi, Yaqut juga sadar kalau buat meningkatkan layanan jemaah secara signifikan, perlu evaluasi yang lebih komprehensif.

Anggota Timwas Haji DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, usulin buat bentuk Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR biar masalah-masalah terkait penyelenggaraan haji bisa diselesaikan. Soalnya, masalah haji melibatkan banyak aspek, mulai dari kesehatan, imigrasi, hingga pelayanan jemaah, jadi butuh pendekatan yang lebih komprehensif. Dia juga bilang kalau masalah ini nggak bisa cuma diselesaikan oleh Komisi VIII DPR RI aja, tapi butuh keterlibatan dari berbagai komisi lain yang terkait.

Masalah pelayanan haji yang berulang setiap tahun mencerminkan adanya masalah mendasar dalam sistem penyelenggaraan haji di Indonesia. Dalam konteks sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, penyelenggaraan ibadah haji jadi ajang bisnis bagi kelompok tertentu. Dampaknya, jemaah nggak dapat kenyamanan dalam beribadah di tanah suci. Usulan buat bentuk pansus mungkin nggak akan mampu selesaikan masalah secara mendasar, karena akar masalahnya adalah paradigma pelayanan haji dalam sistem kapitalisme.

Nah, Islam sendiri menetapkan negara sebagai pelayan rakyat yang akan ngurus rakyat dengan baik, terutama dalam menunaikan ibadah. Dalam Islam, pemimpin harus amanah dan sadar akan adanya hari penghisaban kelak. Selain itu, Islam juga punya mekanisme birokrasi yang sederhana, praktis, dan profesional, jadi bisa memberikan kenyamanan kepada rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline