Lihat ke Halaman Asli

Minhaji Ahmad

Orang Biasa

Perang Badar Melawan Korupsi

Diperbarui: 5 Juni 2021   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi ---yang sudah lumrah--- di negeri ini terasa sangat sulit dihilangkan. Ancaman hukuman penjara dan pemiskinan tak serta-merta mengurangi tindakan korupsi pejabat penting di negeri ini. Seperti sebuah kata mutiara, "hilang satu tumbuh seribu". Satu koruptor ditangkap, koruptor lainnya sedang mengantri.

Transparency International, lembaga pemantau indeks korupsi global, pada tahun 2020, merilis laporan bertajuk 'Global Corruption Barometer Asia'. Indonesia masuk menjadi negara paling korup di Asia setelah India dan Kamboja di peringkat kedua (merdeka.com, 5/6/2021). Bayangkan, Indonesia, juara ketiga negara terkorup Asia.

Hasil survei ini menjadi bukti betapa sulit menghentikan laju kejahatan kemanusiaan ini, sampai hari ini. 18 tahun lamanya, KPK, lembaga negara yang diberi mandat khusus menangani korupsi, belum berhasil. Karena keberhasilan dalam pemberantasan korupsi ---menurut Yenti Garnasih, pakar hukum pidana--- bukan banyaknya OTT tetapi korupsi tidak terjadi.

Sebagai kejahatan luarbiasa (extra ordinary crime), untuk memastikan kebiasaan buruk korupsi hilang di negeri ini, jelas, butuh semangat dan nyali bertindak yang luarbiasa pula. "Perang Badar". Inilah semangat baru ketua KPK, Firli Bahuri, sebagaimana disampaikan pada saat melantik para pegawai KPK menjadi ASN (inews.id, 5/6/2021).

Diksi perang, saya kira, dipilih oleh ketua KPK sebagai bentuk komitmen dalam memerangi korupsi. Kita semua sadar, bahwa korupsi persoalan serius yang bisa menjadi ---menurut pakar Ketahanan Nasional UI Tb Ronny R Nitibaskara--- ancaman nasional. Ancaman yang dapat mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nitibaskara, melanjutkan dalam sebuah artikel berjudul: Ironi Ancaman Korupsi, yang ditulis Sabartain Simatupang, meskipun korupsi bersifat kekuatan lunak (soft power), daya rusaknya tidak kalah dari ancaman kekuatan keras (hard power), seperti konflik kekerasan kolektif yang berkelanjutan, separatisme, atau perang.

Indonesia bisa menjadi negara gagal jika gagal memberantas korupsi. Karena, kata Dr.Alfitra, SH., MH., efek dari korupsi sangat merusak, yaitu, runtuhnya integritas bangsa, memburuknya perekonomian negara, matinya etos kerja, eksploitasi sumberdaya alam oleh segelintir orang, serta merosotnya human capital.

Inspirasi Firli Bahuri pada Perang Badar, kemenangan perang yang sangat bersejarah dalam perkembangan Islam, tidak lain dalam rangka meningkatkan moral, utamanya, KPK dan seluruh bangsa agar bisa bersama-sama menangi korupsi yang sudah menggurita di negeri tercinta  ini.

Perang Badar, seperti yang kita maklum. Dengan modal pasukan berjumlah 313 orang, Muhammad SAW., memukul mundur 1000 musuh bersenjata lengkap dengan durasi waktu sebentar. Kemenangan ini, tentu, tidak lepas dari kehebatan Rosul mengelola mental diri dan pasukannya, sebagaimana doa beliau:

"Ya Allah, jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama dan sejati."

Begitu juga dengan kehebatan strategi beliau, saya kutip dari artikel berjudul, Sejarah Perang Badar, yaitu; menjejerkan tentaranya dalam formasi rapat, penguasaan sumber air seperti sumur guna memutus pasokan air ke pasukan Quraisy, dan mengawali pertempuran jarak jauh dengan menghujani panah-panah ke arah musuh sebelum berduel satu lawan satu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline