Lihat ke Halaman Asli

Jadikan aku tempat bersandar

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yeni namaku, anak sulung dari lima adik perempuan yang lain. Kehidupan berangsur baik-baik saja pada kondisi di keluargaku tercinta, namun berbagai polemik masalah berdatangan satu per satu saat aku memasuki usia sekolah dan diikuti kedua adikku yang lain. Dari berkurangnya kebutuhan sekunder sampai hanya kebutuhan primer saja yang diusahakan terpenuhi dalam keseharian. Aku sangat sedih dengan kondisi dirumah, dengan sering melihat adik-adikku yang masih kecil membutuhkan susu sekarang mereka hanya diberi alternatif yaitu air teh manis. Sempat terpikir olehku "kenapa aku harus bersekolah? jika yang menjadi korban adalah adik-adikku", namun aku tak mengerti dengan ego ibu yang masih ngotot menyekolahkan kami. Tiap harinya dari SD hingga SMA aku selalu menitip jajanan kecil di kantin sekolah. Perasaanku campur aduk, terutama saat jenjang SMA selain lelah dan sering sakit, yang paling menyakitkan adalah saat aku dibicarakan dan diejek oleh teman sekolah, rasanya aku ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan melampiaskan perasaanku dengan menangis saat mandi. Sempat ibu memergokiku saat aku menangis dan aku menghampirinya, ibu ikut menangis dan mengerti dengan kondisi yang aku alami saat ini. Ibu berkata dengan suara meringis "kamu mau hidup bahagia? tetaplah berdoa dan bekerja, bantu ibu dengan pekerjaan kamu supaya beban ibu ringan dan ibu juga sudah mendaftarkan kamu untuk kuliah, jadwalnya hanya hari sabtu dan minggu kamu mau kan nak?", aku hanya mengangguk dan mencoba mengerti dengan posisi ibu. Senin pagi aku melancong sana-sini untuk mencari pekerjaan dan kutemukan hanya sebagai cleaning service di salah satu rumah makan, saat dirumah aku mengaku bahwa aku bekerja ditempat yang besar, memiliki AC, dan harus berpakaian rapi. Ibu sangat senang mendengarnya, aku ikut senang dengan senyuman itu setelah sekian lama terpendam. Hari-hari terus berjalan hingga saat aku wisuda dan mendapatkan ijazah, aku mencari pekerjaan yang lebih layak dan tetap bekerja untuk masa depan yang lebih baik bagi keluargaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline